Kamis, 08 Mei 2014

DONGENG ANAK

DONGENG ANAK

Albasyariyah: Kancil si pencuri Ketimun

Siang itu panas sekali. Matahari bersinar garang. Tapi hal itu tidak terlalu dirasakan oleh
Kancil. Dia sedang tidur nyenyak di bawah sebatang pohon yang rindang. Tiba-tiba saja
mimpi indahnya terputus. "Tolong! Tolong! " terdengar teriakan dan jeritan berulangulang.
Lalu terdengar suara derap kaki binatang yang sedang berlari-lari. "Ada apa, sih?"
kata Kancil. Matanya berkejap-kejap, terasa berat untuk dibuka karena masih mengantuk.
Di kejauhan tampak segerombolan binatang berlari-lari menuju ke arahnya. "Kebakaran!
Kebakaran!" teriak Kambing. "Ayo lari, Cil! Ada kebakaran di hutan!" Memang benar. Asap
tebal membubung tinggi ke angkasa. Kancil ketakutan melihatnya. Dia langsung bangkit
dan berlari mengikuti teman-temannya.
Kancil terus berlari. Wah, cepat juga larinya. Ya, walaupun Kancil bertubuh kecil, tapi dia
dapat berlari cepat. Tanpa terasa, Kancil telah berlari jauh, meninggalkan temantemannya.
"Aduh, napasku habis rasanya," Kancil berhenti dengan napas terengah-engah,
lalu duduk beristirahat. "Lho, di mana binatang-binatang lainnya?" Walaupun Kancil senang
karena lolos dari bahaya, tiba-tiba ia merasa takut. "Wah, aku berada di mana sekarang?
Sepertinya belum pernah ke sini." Kancil berjalan sambil
mengamati daerah sekitarnya.
"Waduh, aku tersesat. Sendirian lagi. Bagaimana ini?" Kancil semakin takut dan bingung.
"Tuhan, tolonglah aku."
Kancil terus berjalan menjelajahi hutan yang belum pernah dilaluinya. Tanpa terasa, dia
tiba di pinggir hutan. Ia melihat sebuah ladang milik Pak Tani. "Ladang sayur dan buahbuahan?
Oh, syukurlah. Terima kasih, Tuhan," mata Kancil membelalak. Ladang itu penuh
dengan sayur dan buah-buahan yang siap dipanen. Wow, asyik sekali! "Kebetulan nih, aku
haus dan lapar sekali," kata Kancil sambil menelan air liurnya. "Tenggorokanku juga terasa
kering. Dan perutku keroncongan minta diisi. Makan dulu, ah."
Dengan tanpa dosa, Kancil melahap sayur dan buahbuahan
yang ada di ladang. Wah, kasihan Pak Tani. Dia
pasti marah kalau melihat kejadian ini. Si Kancil nakal
sekali, ya? "Hmm, sedap sekali," kata Kancil sambil
mengusap-usap perutnya yang kekenyangan. "Andai setiap
hari pesta seperti ini, pasti asyik." Setelah puas, Kancil
merebahkan dirinya di bawah sebatang pohon yang
rindang. Semilir angin yang bertiup, membuatnya mengantuk. "Oahem, aku jadi kepingin
tidur lagi," kata Kancil sambil menguap. Akhirnya binatang yang nakal itu tertidur,
melanjutkan tidur siangnya yang terganggu gara-gara kebakaran di hutan tadi. Wah,
tidurnya begitu pulas, sampai terdengar suara dengkurannya. Krr... krr... krrr...
Ketika bangun pada keesokan harinya, Kancil merasa lapar lagi. "Wah, pesta berlanjut
lagi, nih," kata Kancil pada dirinya sendiri. "Kali ini aku pilih-pilih dulu, ah. Siapa tahu ada
buah timun kesukaanku." Maka Kancil berjalan-jalan mengitari ladang Pak Tani yang luas
itu. "Wow, itu dia yang kucari!" seru Kancil gembira. "Hmm, timunnya kelihatan begitu
segar. Besar-besar lagi! Wah, pasti sedap nih." Kancil langsung makan buah timun sampai
kenyang. "Wow, sedap sekali sarapan timun," kata Kancil sambil tersenyum puas. Hari
sudah agak siang. Lalu Kancil kembali ke bawah pohon rindang untuk beristirahat.
Pak Tani terkejut sekali ketika melihat ladangnya. "Wah, ladang timunku kok jadi
berantakan-begini," kata Pak Tani geram. "Perbuatan siapa, ya? Pasti ada hama baru yang
ganas. Atau mungkinkah ada bocah nakal atau binatang lapar yang mencuri timunku?"
Ladang timun itu memang benar-benar berantakan. Banyak pohon timun yang rusak karena
terinjak-injak. Dan banyak pula serpihan buah timun yang berserakan di tanah. "Hm, awas,
ya, kalau sampai tertangkap! " omel Pak Tani sambil mengibas-ngibaskan sabitnya. "Panen
timunku jadi berantakan." Maka seharian Pak Tani sibuk membenahi kembali ladangnya
yang berantakan.
Dari tempat istirahatnya, Kancil terus memperhatikan Pak Tani itu. "Hmm, dia pasti yang
bernama Pak Tani," kata Kancil pada dirinya sendiri. "Kumisnya boleh juga. Tebal,' hitam,
dan melengkung ke atas. Lucu sekali. Hi... hi... hi.... Sebelumnya Kancil memang belum
pernah bertemu dengan manusia. Tapi dia sering mendengar cerita tentang Pak Tani dari
teman-temannya. "Aduh, Pak Tani kok lama ya," ujar Kancil. Ya, dia telah menunggu lama
sekali. Siang itu Kancil ingin makan timun lagi. Rupanya dia ketagihan makan buah timun
yang segar itu.
Sore harinya, Pak Tani pulang sambil memanggul
keranjang berisi timun di bahunya. Dia pulang sambil
mengomel, karena hasil panennya jadi berkurang. Dan
waktunya habis untuk menata kembali ladangnya yang
berantakan. "Ah, akhirnya tiba juga waktu yang
kutunggu-tunggu," Kancil bangkit dan berjalan ke ladang.
Binatang yang nakal itu kembali berpesta makan timun
Pak Tani.
Keesokan harinya, Pak Tani geram dan marah-marah melihat ladangnya berantakan lagi.
"Benar-benar keterlaluan!" seru Pak Tani sambil mengepalkan tangannya. "Ternyata
tanaman lainnya juga rusak dan dicuri." Pak Tani berlutut di tanah untuk mengetahui jejak
si pencuri. "Hmm, pencurinya pasti binatang," kata Pak Tani. "Jejak kaki manusia tidak
begini bentuknya."
Pemilik ladang yang malang itu bertekad untuk menangkap si pencuri. "Aku harus membuat
perangkap untuk menangkapnya!" Maka Pak Tani segera meninggalkan ladang. Setiba di
rumahnya, dia membuat sebuah boneka yang menyerupai manusia. Lalu dia melumuri
orang-orangan ladang itu dengan getah nangka yang lengket!
Pak Tani kembali lagi ke ladang. Orang-orangan itu dipasangnya di tengah ladang timun.
Bentuknya persis seperti manusia yang sedang berjaga-jaga. Pakaiannya yang kedodoran
berkibar-kibar tertiup angin. Sementara kepalanya memakai caping, seperti milik Pak
Tani.
"Wah, sepertinya Pak Tani tidak sendiri lagi," ucap Kancil, yang melihat dari kejauhan. "Ia
datang bersama temannya. Tapi mengapa temannya diam saja, dan Pak Tani
meninggalkannya sendirian di tengah ladang?" Lama sekali Kancil menunggu kepergian
teman Pak Tani. Akhirnya dia tak tahan. "Ah, lebih baik aku ke sana," kata Kancil
memutuskan. "Sekalian minta maaf karena telah mencuri timun Pak Tani. Siapa tahu aku
malah diberinya timun gratis."
"Maafkan saya, Pak," sesal Kancil di depan orang-orangan ladang itu. "Sayalah yang telah
mencuri timun Pak Tani. Perut saya lapar sekali. Bapak tidak marah, kan?" Tentu saja
orang-orangan ladang itu tidak menjawab. Berkali-kali Kancil meminta maaf. Tapi orangorangan
itu tetap diam. Wajahnya tersenyum, tampak seperti mengejek Kancil.
"Huh, sombong sekali!" seru Kancil marah. "Aku minta maaf kok diam saja. Malah
tersenyum mengejek. Memangnya lucu apa?" gerutunya. Akhirnya Kancil tak tahan lagi.
Ditinjunya orangorangan ladang itu dengan tangan kanan. Buuuk! Lho, kok tangannya tidak
bisa ditarik? Ditinjunya lagi dengan tangan kiri. Buuuk! Wah, kini kedua tangannya
melekat erat di tubuh boneka itu. "Lepaskan tanganku!" teriak Kancil jengkel. "Kalau
tidak, kutendang kau!" Buuuk! Kini kaki si Kancil malah melekat juga di tubuh orangorangan
itu. "Aduh, bagaimana ini?"
Sore harinya, Pak Tani kembali ke ladang. "Nah, ini dia pencurinya!" Pak Tani senang
melihat jebakannya berhasil. "Rupanya kau yang telah merusak ladang dan mencuri
timunku." Pak Tani tertawa ketika melepaskan Kancil. "Katanya kancil binatang yang
cerdik," ejek Pak Tani. "Tapi kok tertipu oleh orang-orangan ladang. Ha... ha... ha...."
Kancil pasrah saja ketika dibawa pulang ke rumah Pak Tani. Dia dikurung di dalam kandang
ayam. Tapi Kancil terkejut ketika Pak Tani menyuruh istrinya menyiapkan bumbu sate.
"Aku harus segera keluar malam ini juga" tekad Kancil. Kalau tidak, tamatlah riwayatku."
Malam harinya, ketika seisi rumah sudah tidur, Kancil memanggil-manggil Anjing, si
penjaga rumah. "Ssst... Anjing, kemarilah," bisik Kancil. "Perkenalkan, aku Kancil. Binatang
piaraan baru Pak Tani. Tahukah kau? Besok aku akan diajak Pak Tani menghadiri pesta di
rumah Pak Lurah. Asyik, ya?"
Anjing terkejut mendengarnya. "Apa? Aku tak percaya! Aku yang sudah lama ikut Pak
Tani saja tidak pernah diajak pergi. Eh, malah kau yang diajak." Kancil tersenyum penuh
arti. "Yah, terserah kalau kau tidak percaya. Lihat saja besok! Aku tidak bohong!"
Rupanya Anjing terpengaruh oleh kata-kata si Kancil. Dia meminta agar Kancil membujuk
Pak Tani untuk mengajaknya pergi ke pesta. "Oke, aku akan berusaha membujuk Pak
Tani," janji Kancil. "Tapi malam ini kau harus menemaniku tidur di kandang ayam.
Bagaimana?" Anjing setuju dengan tawaran Kancil. Dia segera membuka gerendel pintu
kandang, dan masuk. Dengan sigap, Kancil cepat-cepat keluar dari kandang. "Terima
kasih," kata Kancil sambil menutup kembali gerendel pintu. "Maaf lho, aku terpaksa
berbohong. Titip salam ya, buat Pak Tani. Dan tolong sampaikan maafku padanya." Kancil
segera berlari meninggalkan rumah Pak Tani. Anjing yang malang itu baru menyadari
kejadian sebenarnya ketika Kancil sudah menghilang.
HIKMAH :
Kancil yang cerdik, ternyata mudah diperdaya oleh Pak Tani. Itulah sebabnya kita
tidak boleh takabur.

Kancil dan buaya

Dongeng Sang Kancil dan Buaya (1)
Rasa ngelak yang tak tertahankan membuat Sang Kancil singgah sebentar ke Sungai Winongo. Baru saja kakinya diturunkan ke tepian air, dan kepalanya ditundukkan untuk minum – Blurrrrp!! kakinya terjepit oleh sesuatu.

Setelah diamat-amati ternyata seekor buaya telah menyergap kakinya. Seketika keringat dingin telah membasahi tubuh Sang Kancil. Terbayang dirinya bakalan dibawa buaya menyelam ke dasar sungai untuk dijadikan makan malam beserta keluarganya. Pfuhhhh!!

Sang Kancil berusaha keras menenangkan diri, dan mulai mencari jalan agar lolos dari cokotan mulut buaya.

“Hai Buaya yang gagah! Dengarkan aku. Kamu pasti pernah mendengar betapa lazatnya daging kancil. Tak ada duanya di dunia!”

Buaya diam saja sambil mengeratkan gigitannya.

“Daging kancil begitu harumnya, sehingga siapa saja yang memakannya, keringatnya akan berbau harum selama 40 hari. Keharuman khas kancil yang akan dikenali siapa saja dari jarak ratusan meter”.

Buaya nampak mulai tertarik dengan kata-kata kancil.

“Tapi dengar kata-kataku ini. Aku sedang dalam perjalanan ke Alas-Roban untuk menemui Kancilman yang ditugaskan untuk menghukumku. Kancilman ini super-jagoan andalan raja.

Berkat jubahnya dia bisa terbang secepat rajawali dan hidungnya mampu mengenali bau semua jenis kancil dari jarak seratus kilometer. Sia-sia saja aku coba larikan diri. Makanya aku sengaja datang menemui dirinya”.

Buaya tambah tertarik dengan kata-kata Sang Kancil sehingga menggoyang-goyangkan kepalanya.

“Sebulan lalu saat raja berkunjung ke hutan ini, aku telah membuat anak raja sakit dengan memberinya suguhan tikus clurut. Sakitnya makin lama makin bertambah parah dan kudengar dia mati seminggu yang lalu. Nampaknya Kancilman diutus membawaku ke istana untuk di hukum gantung. Tapi paling cepat dia akan sampai kesini dua hari lagi”

Buaya benar-benar tertarik dengan kata-kata Sang Kancil sehingga matanya berkedip-kedip.

“Sayangnya Si Kancilman ini rabun penglihatannya, sehingga dia hanya mengenali sasaran dari baunya. Aku khawatir dirimulah yang akan dibawa menghadap raja, karena bau dagingku akan melekat di tubuhmu selama 40 hari”

Buaya tampak mulai merasa takut.

Kancil dan kura-kura

Kancil dan kura-kura sudah lama bersahabat. Pada
suatu hari mereka pergi menangkap ikan disebuah danau.
Berjumpalah mereka dengan seekor kijang. Kijang
ingin ikut. Lalu mereka pergi bertiga.
Sampai disebuah bukit mereka bertemu dengan seekor
rusa. Rusa juga ingin ikut. Segera rusa bergabung
dalam rombongan. Dalam perjalanan, disebuah lembah
berjumpalah mereka dengan seekor babi hutan. Babi
hutan menayakan apakah ia boleh ikut. "Tentu saja,
itu gagasan yang baik, daripada hanya berempat lebih
baik berlima," jawab kura-kura.
Setiba di bukit yang berikutnya, berjumpalah mereka
dengan seekor beruang. Lalu mereka berenam
melanjutkan perjalanannya. Kemudian mereka bertemu
dengan seekor badak. "Bagaimana kalau aku ikut,"
tanya badak. "Mengapa tidak?", jawab semua. Bahkan
lalu bergabung pula seekor banteng.
Kali berikutnya rombongan kancil bertemu dengan seekor
kerbau yang akhirnya ikut serta. Begitu pula ketika
mereka bertemu dengan seekor gajah. Demikianlah,
mereka bersepuluh berjalan berbaris beriringan
mengikuti kancil dan akhirnya mereka sampai ke danau
yang dituju. Bukan main banyaknya ikan yang berhasil
ditangkap. Ikan kemudian disalai dengan mengasapinya
dengan nyala api sampai kering.
Keesokan harinya, beruang bertugas menjaga ikan-ikan
ketika yang lainnya sedang pergi menangkap ikan.
Tiba-tiba seekor harimau datang mendekat. Tak lama
kemudian beruang dan harimau terlibat dalam
perkelahian seru. Beruang jatuh pingsan dan ikan-ikan
habis disantap harimau.
Berturut-turut mereka kemudian menugasi gajah,
banteng, badak, kerbau, babi hutan, rusa dan kijang,
semuanya menyerah. Sekarang tinggal kura-kura dan
kancil yang belum terkena giliran menunggu ikan.
Kura-kura dianggap tidak mungkin berdaya menghadapi
harimau, maka diputuskanlah kancil yang akan menjaga.
Sebelum teman-temannya pergi menangkap ikan,
dimintanya mereka mengumpulkan rotan
sebanyak-banyaknya. Lalu masing-masing dipotong
kira-kira satu hasta. Tak lama kemudian tampak kancil
sedang sibuk membuat gelang kaki, gelang badan, gelang
lutut dan gelang leher. Sebentar-sebentar kancil
memandang ke langit seolah-olah ada yang sedang
diperhatikannya. Harimau terheran-heran, lalu
perlahan-lahan mendekati si kancil. Kancil pura-pura
tidak mempedulikan harimau.
Harimau bertanya, "Buat apa gelang rotan
bertumpuk-tumpuk itu?". Jawab kancil, "Siapa yang
memakai gelang-gelang ini akan dapat melihat apa yang
sedang terjadi di lagit". Lalu dia menengadah sambil
seolah-olah sedang menikmati pemandangan di atas.
Terbit keinginan harimau untuk dapat juga melihat apa
yang terjadi di langit.
Bukan main gembiranya kancil mendengar permintaan
harimau. Dimintanya harimau duduk di tanah melipat
tangan dan kaki. Lalu dilingkarinya kedua tangan,
kedua kaki dan leher harimau dengan gelang-gelang
rotan sebanyak-banyaknya sehingga harimau tidak dapat
bergerak lagi.
Setelah dirasa cukup, rombongan si kancil berniat
kembali pulang ke rumah, akan tetapi mereka bertengkar
mengenai bagian masing-masing. Mereka berpendapat,
siapa yang berbadan besar akan mendapatkan bagian yang
besar pula. Kancil sebenarnya tidak setuju dengan
usulan tersebut. Lalu dia mencari akal.
Tiba-tiba melompatlah kancil dan memberi tanda ada
marabahaya. Semuanya ketakutan dan terbirit-birit
melarikan diri. Ada yang jatuh tunggang langgang, ada
yang terperosok ke lubang dan ada pula yang tersangkut
akar-akar. Salaipun mereka tinggalkan semua. Hanya
kancil dan kura-kura yang tidak lari. Berdua mereka
pulang dan berjalan berdendang sambil membawa
bungkusan yang sarat.
"Berkat kecerdasan tinggi, yang lemah jadi kuat dan
yang ditindas jadi pemenang".
Si kancil Bodoh dan Siput Cerdik
Pada suatu siang di hari Selasa si kancil nampak ngantuk sekali. Matanya serasa berat sekali untuk dibuka, mungkin kebanyakan makan atau nonton sinetron. Penulis sendiri kurang tahu.

“Aaa....rrrrgh”, si kancil nampak sesekali menguap lebar-lebar persis anak monyet memanggil temannya. Karena hari itu cukup cerah, si kancil merasa rugi dong jika menyia-nyiakannya. Ia mulai berjalan-jalan menelusuri hutan untuk mengusir rasa kantuknya. Sampai di atas sebuah bukit, si Kancil berteriak dengan sombongnya, “Wahai penduduk hutan, akulah hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar di hutan ini. Tidak ada yang bisa menandingi kecerdasan dan kepintaranku”.

Sambil membusungkan dadanya, si Kancil pun mulai berjalan menuruni bukit. Ketika sampai di sungai, ia bertemu dengan seekor siput. “Hai kancil !”, sapa si siput. “Kenapa kamu teriak-teriak? Apakah kamu sedang bergembira?”, tanya si siput. “Tidak, aku hanya ingin memberitahukan pada semua penghuni hutan kalau aku ini hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar”, jawab si kancil dengan sombongnya.

Siput“Sombong sekali kamu Kancil, akulah hewan yang paling cerdik di hutan ini”, kata si Siput. “Hahahaha......., mana mungkin” ledek Kancil. “Untuk membuktikannya, bagaimana kalau besok pagi kita lomba lari?”, tantang si Siput. “Baiklah, aku terima tantanganmu”, jawab si Kancil. Akhirnya mereka berdua setuju untuk mengadakan perlombaan lari besok pagi.

Setelah si Kancil pergi, si siput segera mengumpulkan teman-temannya. Ia meminta tolong agar teman-temannya berbaris dan bersembunyi di jalur perlombaan, dan menjawab kalau si kancil memanggil.

Akhirnya hari yang dinanti sudah tiba, kancil dan siput pun sudah siap untuk lomba lari. “Apakah kau sudah siap untuk berlomba lari denganku”, tanya si kancil. “Tentu saja sudah, dan aku pasti menang”, jawab si siput. Kemudian si siput mempersilahkan kancil untuk berlari dahulu dan memanggilnya untuk memastikan sudah sampai mana si siput.

Kancil berjalan dengan santai, dan merasa yakin kalau dia akan menang. Setelah beberapa langkah, si kancil mencoba untuk memanggil si siput. “Siput....sudah sampai mana kamu?”, teriak si kancil. “Aku ada di depanmu!”, teriak si siput. Kancil terheran-heran, dan segera mempercepat langkahnya. Kemudian ia memanggil si siput lagi, dan si siput menjawab dengan kata yang sama.”Aku ada didepanmu!”

Akhirnya si kancil berlari, tetapi tiap ia panggil si siput, ia selalu muncul dan berkata kalau dia ada depan kancil. Keringatnya bercucuran, kakinya terasa lemas dan nafasnya tersengal-sengal.

Kancil berlari terus, sampai akhirnya dia melihat garis finish. Wajah kancil sangat gembira sekali, karena waktu dia memanggil siput, sudah tidak ada jawaban lagi. Kancil merasa bahwa dialah pemenang dari perlombaan lari itu.

Betapa terkejutnya si kancil, karena dia melihat si siput sudah duduk di batu dekat garis finish. “Hai kancil, kenapa kamu lama sekali? Aku sudah sampai dari tadi!”, teriak si siput. Dengan menundukkan kepala, si kancil menghampiri si siput dan mengakui kekalahannya. “Makanya jangan sombong, kamu memang cerdik dan pandai, tetapi kamu bukanlah yang terpandai dan cerdik”, kata si siput. “Iya, maafkan aku siput, aku tidak akan sombong lagi”, kata si kancil.

Dongeng Rakyat: Paman Gober dan ikan ajaib

Suatu hari Paman Gober pergi ke Klub Milioner, tempat ia
biasa berkumpul bersama teman-temannya. Sesampainya
disana, ia melihat pengumuman perlombaan memancing
untuk anggota klub dengan hadiah sepatu ladam dari emas.
"Wah, perlombaan yang hebat!, Aku akan ikut serta", kata
Paman Gober.
Paman Gober segera berangkat ke pelabuhan. Ia
menyewa perahu motor dan kail. Dalam waktu singkat,
Paman Gober berhasil mendapatkan seekor ikan yang
sangat besar. Tapi, tiba-tiba ikan itu bisa berbicara.
"Kumohon, lemparkan aku ke laut lagi", kata ikan
tersebut. "Kalau kau melepaskan aku, aku akan
mengabulkan semua permintaanmu", kata ikan itu lagi. Paman
Gober berpikir, "Ikan yang bisa berbicara pasti ikan ajaib dan barangkali ikan ini memang
benar-benar dapat mewujudkan apa yang paling kuinginkan." Paman Gober akhirnya
meminta agar gudang uangnya
dipenuhi dengan uang. "Kau akan mendapatkan apa yang kau
inginkan, pulang dan lihatlah gudang uangmu sekarang. Setelah melemparkan ikan itu ke
laut lagi, ia segera pulang dengan tergesa-gesa.
Ternyata benar, gudang uangnya sudah penuh. Penuh dengan logam emas sampai
menyentuh langit-langit ruangan. Paman Gober melompat-lompat kegirangan. Tetapi Ia
segera berpikir dan berkata pada dirinya sendiri, "seekor ikan yang dapat memenuhi
lumbung pasti dapat melakukan hal lain yang lebih hebat, Aku terlalu cepat
melepaskannya".
Paman Gober segera kembali ke pelabuhan. Sesampainya di tengah laut ia memanggil ikan
ajaib tersebut. "Oh ikan," panggilnya. "Aku ingin mengatakan sesuatu padamu." "Apalagi?
Bukankah gudang uangmu sudah penuh?", Tanya si ikan ajaib. "Benar", jawab Paman Gober.
"Tetapi aku meminta kebaikan hatimu, bisakah aku mendapatkan sebuah Istana?,
sepertinya tidak pantas jika aku mempunyai banyak uang tetapi masih tinggal dirumah tua
saat ini", ujar Paman Gober". "Baiklah, sekarang kau akan memiliki sebuah Istana yang
bagus, pulang dan lihatlah", ujar ikan sambil berenang ke laut lagi.
Setelah sampai di rumah, rumah Paman Gober sudah hilang. Di tempat itu sekarang
berdiri Istana yang sangat indah dan megah. Pintunya terbuat dari emas dan lantainya
dari marmer. Selama hampir satu jam Paman Gober bergembira dan bangga pada dirinya
sendiri. Ia merasa masih tidak puas. "Karena aku mempunyai sebuah istana, seharusnya
aku menjadi seorang raja dan duduk di singgasana dengan memakai mahkota emas",
pikirnya. "Paman Gober, mungkin Paman sudah gila!!", kata Donal. Paman Gober tidak
perduli, karena pikirannya hanya harta terus, ia segera pergi ke pelabuhan untuk menemui
ikan ajaib lagi. "Apalagi sekarang?, apa Istana itu kurang bagus?", tanya sang ikan ajaib.
"Istana itu indah sekali, Istana itu cocok untuk tempat tinggal seorang raja, karena itu
aku ingin menjadi raja, ujar Paman Gober." "Tidak masuk akal!", kata si ikan. "Begitukah
ucapan terima kasihmu setelah aku melepaskan dan membiarkanmu pergi!?" "Baiklah",
kata ikan itu. "Aku akan mengabulkan permintaanmu kali ini, berusahalah menjadi raja
yang baik", lanjutnya. Ketika sampai
di Istananya, banyak pelayan yang menyambut dan
memberi hormat kepada Paman Gober. Di ujung ruangan
terdapat sebuah singgasana dan sebuah mahkota dari
emas. Tidak berapa lama setelah menikmati menjadi raja,
Paman Gober kembali berpikir, mungkin seorang raja
tidak cukup berharga. Ia ingin menjadi seorang Kaisar
untuk seluruh dunia. Sehingga tidak ada seorangpun yang
akan menertawakanku.
Paman Gober kembali menemui Ikan ajaib. Setelah ia memanggil-manggil, ikan ajaib itu
muncul menyembulkan kepalanya. "Apa lagi sekarang ?", Tanya si ikan. "Menjadi seorang
raja tidaklah cukup hebat bagiku," kata Paman Gober. "Aku ingin menjadi Kaisar Agung",
lanjutnya. "Apakah ketamakanmu tidak ada akhirnya?" Tanya si ikan lagi. "Sekarang aku
tahu kekuatan ajaib ini tidak cukup membuat orang tamak sepertimu merasa puas dan
bahagia, pulanglah dan sekarang kau harus berbahagia dengan apa yang kau miliki seperti
ketika belum bertemu denganku", kata Ikan sambil pergi meninggalkan Paman Gober.
Paman Gober pulang kembali. Ia tidak menemui Istananya, begitu pula singgasana dan
mahkotanya. Semuanya lenyap termasuk gudang uangnya yang menjadi seperti semula.
Paman Gober mulai menangis. Ia menangisi semua hartanya yang lenyap. Beberapa saat
kemudian, Paman Gober mengingat kembali kata Ikan ajaib. "Tak ada kekuatan ajaib yang
bisa memuaskan orang yang tamak, berbahagialah dengan apa yang kau miliki". Ia segera
berhenti menangis dan mengeringkan air matanya. "Lumbung uangku ini bukan separuh
kosong, tetapi separuh penuh. Mungkin aku tidak terlalu miskin", pikirnya.
"Ikan itu adalah ikan yang bijak", kata Paman Gober.
"Sekarang ikut aku Donal, kita akan makan malam.
Sesampainya direstoran Paman Gober dan Donal memakan
makanan yang lezat sambil tertawa bersama. Tetapi,
setelah mereka selesai makan, Paman Gober memberikan
rekening tagihannya kepada Donal. Ternyata, Paman Gober
masih belum berubah, walaupun Ikan ajaib telah
memberinya pelajaran.
HIKMAH :
Semua nikmat dan rezeki yang didapatkan setiap hari harus selalu kita syukuri.
Ketamakan dan keserakahan dapat membuat seseorang menjadi kehilangan segalanya.

Kumpulan Dongeng: Cinderella

Di sebuah kerajaan, ada seorang anak perempuan yang
cantik dan baik hati. Ia tinggal bersama ibu dan kedua
kakak tirinya, karena orangtuanya sudah meninggal dunia.
Di rumah tersebut ia selalu disuruh mengerjakan seluruh
perkerjaan rumah. Ia selalu dibentak dan hanya diberi
makan satu kali sehari oleh ibu tirinya. Kakak-kakaknya
yang jahat memanggilnya "Cinderela". Cinderela artinya gadis yang kotor dan penuh dengan debu. "Nama yang cocok buatmu !" kata
mereka.
Setelah beberapa lama, pada suatu hari datang pengawal kerajaan yang menyebarkan
surat undangan pesta dari Istana. "Asyik! kita akan pergi dan berdandan secantikcantiknya.
Kalau aku jadi putri raja, ibu pasti akan gembira", kata mereka. Hari yang
dinanti tiba, kedua kakak tiri Cinderela mulai berdandan dengan gembira. Cinderela
sangat sedih sebab ia tidak diperbolehkan ikut oleh kedua kakaknya ke pesta di Istana.
"Baju pun kau tak punya, apa mau pergi ke pesta dengan baju sepert itu?", kata kakak
Cinderela.
Setelah semua berangkat ke pesta, Cinderela kembali ke kamarnya. Ia menangis sekeraskerasnya
karena hatinya sangat kesal. "Aku tidak bisa pergi ke istana dengan
baju kotor
seperti ini, tapi aku ingin pergi.." Tidak berapa lama terdengar sebuah suara. "Cinderela,
berhentilah menangis." Ketika Cinderela berbalik, ia melihat seorang peri. Peri tersenyum
dengan ramah. "Cinderela bawalah empat ekor tikus dan
dua ekor kadal." Setelah semuanya dikumpulkan
Cinderela, peri membawa tikus dan kadal tersebut ke
kebun labu di halaman belakang. "Sim salabim!" sambil
menebar sihirnya, terjadilah suatu keajaiban. Tikustikus
berubah menjadi empat ekor kuda, serta kadalkadal
berubah menjadi dua orang sais. Yang terakhir,
Cinderela berubah menjadi Putri yang cantik, dengan
memakai gaun yang sangat indah.
Karena gembiranya, Cinderela mulai menari berputar-putar dengan sepatu kacanya
seperti kupu-kupu. Peri berkata, "Cinderela, pengaruh sihir ini akan lenyap setelah
lonceng pukul dua belas malam berhenti. Karena itu, pulanglah sebelum lewat tengah
malam. "Ya Nek. Terimakasih," jawab Cinderela. Kereta kuda emas segera berangkat
membawa Cinderela menuju istana. Setelah tiba di istana, ia langsung masuk ke aula
istana. Begitu masuk, pandangan semua yang hadir tertuju pada Cinderela. Mereka sangat
kagum dengan kecantikan Cinderela. "Cantiknya putri itu! Putri dari negara mana ya ?"
Tanya mereka. Akhirnya sang Pangeran datang menghampiri Cinderela. "Putri yang cantik,
maukah Anda menari dengan saya ?" katanya. "Ya!," kata Cinderela sambil mengulurkan
tangannya sambil tersenyum. Mereka menari berdua dalam irama yang pelan. Ibu dan
kedua kakak Cinderela yang berada di situ tidak menyangka kalau putri yang cantik itu
adalah Cinderela.
Pangeran terus berdansa dengan Cinderela. "Orang seperti andalah yang saya idamkan
selama ini," kata sang Pangeran. Karena bahagianya, Cinderela lupa akan waktu. Jam mulai
berdentang 12 kali. "Maaf Pangeran saya harus segera pulang..,". Cinderela menarik
tangannya dari genggaman pangeran dan segera berlari ke luar Istana.
Di tengah jalan, sepatunya terlepas sebelah, tapi
Cinderela tidak memperdulikannya, ia terus berlari.
Pangeran mengejar Cinderela, tetapi ia kehilangan jejak
Cinderela. Di tengah anak tangga, ada sebuah sepatu kaca
kepunyaan Cinderela. Pangeran mengambil sepatu itu. "Aku
akan mencarimu," katanya bertekad dalam hati. Meskipun
Cinderela kembali menjadi gadis yang
penuh debu, ia amat bahagia karena bisa pergi pesta.
Esok harinya, para pengawal yang dikirim Pangeran datang ke rumah-rumah yang ada anak
gadisnya di seluruh pelosok negeri untuk mencocokkan sepatu kaca dengan kaki mereka,
tetapi tidak ada yang cocok. Sampai akhirnya para pengawal tiba di rumah Cinderela.
"Kami mencari gadis yang kakinya cocok dengan sepatu kaca ini," kata para pengawal.
Kedua kakak Cinderela mencoba sepatu tersebut, tapi kaki mereka terlalu besar. Mereka
tetap memaksa kakinya dimasukkan ke sepatu kaca sampai lecet. Pada saat itu, pengawal
melihat Cinderela. "Hai kamu, cobalah sepatu ini," katanya. Ibu tiri Cinderela menjadi
marah," tidak akan cocok dengan anak ini!". Kemudian Cinderela menjulurkan kakinya.
Ternyata sepatu tersebut sangat cocok. "Ah! Andalah Putri itu," seru pengawal gembira.
"Cinderela, selamat..," Cinderela menoleh ke belakang, peri sudah berdiri di belakangnya.
"Mulai sekarang hiduplah berbahagia dengan Pangeran. Sim salabim!.," katanya.
Begitu peri membaca mantranya, Cinderela berubah menjadi seorang Putri yang
memakai gaun pengantin. "Pengaruh sihir ini tidak akan
hilang walau jam berdentang dua belas kali", kata sang
peri. Cinderela diantar oleh tikus-tikus dan burung yang
selama ini menjadi temannya. Sesampainya di Istana,
Pangeran menyambutnya sambil tersenyum bahagia.
Akhirnya Cinderela menikah dengan Pangeran dan hidup
berbahagia.

Albasyariyah: Aladin dan lampu wasiat

Dahulu kala, di kota Persia, seorang Ibu tinggal dengan anak
laki-lakinya yang bernama Aladin. Suatu hari datanglah
seorang laki-laki mendekati Aladin yang sedang bermain.
Kemudian laki-laki itu mengakui Aladin sebagai
keponakannya. Laki-laki itu mengajak Aladin pergi ke luar
kota dengan seizin ibu Aladin untuk membantunya. Jalan
yang ditempuh sangat jauh.
Aladin mengeluh kecapaian kepada pamannya tetapi ia malah dibentak dan disuruh untuk
mencari kayu bakar, kalau tidak mau Aladin akan dibunuhnya. Aladin akhirnya sadar bahwa
laki-laki itu bukan pamannya melainkan seorang penyihir. Laki-laki penyihir itu kemudian
menyalakan api dengan kayu bakar dan mulai mengucapkan mantera. "Kraak" tiba-tiba
tanah menjadi berlubang seperti gua.
Dalam lubang gua itu terdapat tangga sampai ke dasarnya. "Ayo turun! Ambilkan aku
lampu antik di dasar gua itu", seru si penyihir. "Tidak, aku takut turun ke sana", jawab
Aladin. Penyihir itu kemudian mengeluarkan sebuah cincin dan memberikannya kepada
Aladin. "Ini adalah cincin ajaib, cincin ini akan melindungimu", kata si penyihir.
Akhirnya Aladin menuruni tangga itu dengan perasaan
takut. Setelah sampai di dasar ia menemukan pohonpohon
berbuah permata. Setelah buah permata dan lampu
yang ada di situ dibawanya, ia segera menaiki tangga
kembali. Tetapi, pintu lubang sudah tertutup sebagian.
"Cepat berikan lampunya !", seru penyihir. "Tidak ! Lampu
ini akan kuberikan setelah aku keluar", jawab
Aladin. Setelah berdebat, si penyihir menjadi tidak sabar dan akhirnya "Brak!" pintu
lubang ditutup oleh si penyihir lalu
meninggalkan Aladin terkurung di dalam lubang bawah
tanah. Aladin menjadi sedih, dan duduk termenung. "Aku lapar, Aku ingin bertemu ibu,
Tuhan, tolonglah aku !", ucap Aladin.
Aladin merapatkan kedua tangannya dan mengusap jari-jarinya. Tiba-tiba, sekelilingnya
menjadi merah dan asap membumbung. Bersamaan dengan itu muncul seorang raksasa.
Aladin sangat ketakutan. "Maafkan saya, karena telah mengagetkan Tuan", saya adalah
peri cincin kata raksasa itu. "Oh, kalau begitu bawalah aku pulang kerumah." "Baik Tuan,
naiklah kepunggungku, kita akan segera pergi dari sini", ujar peri cincin. Dalam waktu
singkat, Aladin sudah sampai di depan rumahnya. "Kalau tuan memerlukan saya panggillah
dengan menggosok cincin Tuan."
Aladin menceritakan semua hal yang di alaminya kepada ibunya. "Mengapa penyihir itu
menginginkan lampu kotor ini ya ?", kata Ibu sambil menggosok membersihkan lampu itu.
"Syut !" Tiba-tiba asap membumbung dan muncul seorang raksasa peri lampu.
"Sebutkanlah perintah Nyonya", kata si peri lampu. Aladin yang sudah pernah mengalami
hal seperti ini memberi perintah, "kami lapar, tolong siapkan makanan untuk kami". Dalam
waktu singkat peri Lampu membawa makanan yang lezat-lezat dan kemudian
menyuguhkannya. "Jika ada yang diinginkan lagi, panggil saja saya dengan menggosok
lampu itu", kata si peri lampu.
Demikian hari, bulan, tahunpun berganti, Aladin hidup bahagia dengan ibunya. Aladin
sekarang sudah menjadi seorang pemuda. Suatu hari lewat seorang Putri Raja di depan
rumahnya. Ia sangat terpesona dan merasa jatuh cinta kepada Putri Cantik itu. Aladin lalu
menceritakan keinginannya kepada ibunya untuk memperistri putri raja. "Tenang Aladin,
Ibu akan mengusahakannya". Ibu pergi ke istana raja dengan membawa permata-permata
kepunyaan Aladin. "Baginda, ini adalah hadiah untuk Baginda dari anak laki-lakiku." Raja
amat senang. "Wah..., anakmu pasti seorang pangeran yang tampan, besok aku akan datang
ke Istana kalian dengan membawa serta putriku".
Setelah tiba di rumah Ibu segera menggosok lampu dan
meminta peri lampu untuk membawakan sebuah istana.
Aladin dan ibunya menunggu di atas bukit. Tak lama
kemudian peri lampu datang dengan Istana megah di
punggungnya. "Tuan, ini Istananya". Esok hari sang Raja
dan putrinya datang berkunjung ke Istana Aladin yang
sangat megah. "Maukah engkau menjadikan anakku sebagai istrimu
?", Tanya sang Raja. Aladin sangat gembira mendengarnya. Lalu mereka berdua
melaksanakan pesta pernikahan.
Nun jauh disana, si penyihir ternyata melihat semua
kejadian itu melalui bola kristalnya. Ia lalu pergi ke
tempat Aladin dan pura-pura menjadi seorang penjual
lampu di depan Istana Aladin. Ia berteriak-teriak,
"tukarkan lampu lama anda dengan lampu baru !". Sang
permaisuri yang melihat lampu ajaib Aladin yang usang
segera keluar dan menukarkannya dengan lampu
baru. Segera si penyihir menggosok lampu itu dan memerintahkan peri lampu memboyong
istana beserta isinya dan istri Aladin ke rumahnya.
Ketika Aladin pulang dari berkeliling, ia sangat terkejut.
Lalu memanggil peri cincin dan bertanya kepadanya apa yang
telah terjadi. "Kalau begitu tolong kembalikan lagi semuanya
kepadaku", seru Aladin. "Maaf Tuan, tenaga saya tidaklah
sebesar peri lampu," ujar peri cincin. "Baik kalau begitu aku
yang akan mengambilnya. Tolong Antarkan kau kesana", seru
Aladin. Sesampainya di Istana, Aladin menyelinap masuk mencari
kamar tempat sang Putri dikurung. "Penyihir itu sedang tidur karena kebanyakan minum
bir", ujar sang Putri. "Baik, jangan kuatir aku akan mengambil kembali lampu ajaib itu, kita
nanti akan menang", jawab Aladin.
Aladin mengendap mendekati penyihir yang sedang tidur. Ternyata lampu ajaib
menyembul dari kantungnya. Aladin kemudian mengambilnya dan segera
menggosoknya. "Singkirkan penjahat ini", seru Aladin
kepada peri lampu. Penyihir terbangun, lalu menyerang
Aladin. Tetapi peri lampu langsung membanting penyihir
itu hingga tewas. "Terima kasih peri lampu, bawalah
kami dan Istana ini kembali ke Persia". Sesampainya di
Persia Aladin hidup bahagia. Ia mempergunakan sihir
dari peri lampu untuk membantu orang-orang miskin dan
kesusahan.

Cerita rakyat: Aji Saka

Dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja
bernama Prabu Dewata Cengkar yang buas dan suka makan manusia. Setiap hari sang raja
memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda. Sebagian kecil dari rakyat
yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah lain.
Di dusun Medang Kawit ada seorang pemuda bernama Aji
Saka yang sakti, rajin dan baik hati. Suatu hari, Aji Saka
berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang dipukuli
oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang akhirnya
diangkat ayah oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari
Medang Kamulan. Mendengar cerita tentang kebuasan
Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka berniat
menolong rakyat Medang Kamulan. Dengan mengenakan serban di kepala Aji Saka
berangkat ke Medang Kamulan.
Perjalanan menuju Medang Kamulan tidaklah mulus, Aji Saka sempat bertempur selama
tujuh hari tujuh malam dengan setan penunggu hutan, karena Aji Saka menolak dijadikan
budak oleh setan penunggu selama sepuluh tahun sebelum diperbolehkan melewati hutan
itu. Tapi berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan.
Sesaat setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit menghantam
setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya.
Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Di istana, Prabu Dewata Cengkar sedang
murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk sang Prabu.
Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cengkar dan menyerahkan diri untuk
disantap oleh sang Prabu dengan imbalan tanah seluas serban yang digunakannya.
Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus
memanjang sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Prabu marah
setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya adalah untuk mengakhiri kelalimannya.
Ketika Prabu Dewata Cengkar sedang marah, serban Aji Saka melilit kuat di tubuh sang
Prabu. Tubuh Prabu Dewata Cengkar dilempar Aji Saka dan jatuh ke laut selatan
kemudian hilang ditelan ombak.
Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Ia memboyong ayahnya ke
istana. Berkat pemerintahan yang adil dan bijaksana, Aji Saka menghantarkan Kerajaan
Medang Kamulan ke jaman keemasan, jaman dimana rakyat hidup tenang, damai, makmur
dan sejahtera.

Kumpulan Dongeng: Keong Mas

Raja Kertamarta adalah raja dari Kerajaan Daha. Raja
mempunyai 2 orang putri, namanya Dewi Galuh dan Candra
Kirana yang cantik dan baik. Candra Kirana sudah
ditunangkan dengan putra mahkota Kerajaan Kahuripan
yaitu Raden Inu Kertapati yang baik dan bijaksana.
Raja Kertamarta adalah raja dari Kerajaan Daha. Raja mempunyai 2 orang putri, namanya
Dewi Galuh dan Candra Kirana yang cantik dan baik. Candra Kirana sudah ditunangkan
dengan putra mahkota Kerajaan Kahuripan yaitu Raden Inu Kertapati yang baik dan
bijaksana.
Tapi saudara kandung Candra Kirana yaitu Galuh Ajeng sangat iri pada Candra kirana,
karena Galuh Ajeng menaruh hati pada Raden Inu kemudian Galuh Ajeng menemui nenek
sihir untuk mengutuk Candra Kirana. Dia juga memfitnahnya sehingga Candra Kirana
diusir dari Istana. Ketika Candra Kirana berjalan menyusuri pantai, nenek sihirpun muncul
dan menyihirnya menjadi keong emas dan membuangnya ke laut. Tapi sihirnya akan hilang
bila keong emas berjumpa dengan
tunangannya.
Suatu hari seorang nenek sedang mencari ikan dengan jala,
dan keong emas terangkut. Keong Emas dibawanya pulang
dan ditaruh di tempayan. Besoknya nenek itu mencari ikan
lagi di laut tetapi tak seekorpun didapat. Tapi ketika ia
sampai digubuknya ia kaget karena sudah tersedia masakan
yang enak-enak. Si nenek bertanya-tanya siapa yang
memgirim masakan ini.
Begitu pula hari-hari berikutnya si nenek menjalani
kejadian serupa, keesokan paginya nenek pura-pura ke laut
ia mengintip apa yang terjadi, ternyata keong emas
berubah menjadi gadis cantik dan langsung memasak,
kemudian nenek menegurnya "siapa gerangan kamu putri
yang cantik ?" "Aku adalah putri kerajaan Daha yang disihir
menjadi keong emas oleh saudaraku karena ia iri kepadak
u" kata keong emas, kemudian Candra Kirana berubah kembali menjadi keong emas. Nenek
itu tertegun melihatnya.
Sementara pangeran Inu Kertapati tak mau diam saja ketika tahu Candra Kirana
menghilang. Iapun mencarinya dengan cara menyamar menjadi rakyat biasa. Nenek
sihirpun akhirnya tahu dan mengubah dirinya menjadi gagak untuk mencelakakan Raden
Inu Kertapati. Raden Inu Kertapati kaget sekali melihat burung gagak yang bisa
berbicara dan mengetahui tujuannya. Ia menganggap burung gagak itu sakti dan
menurutinya padahal Raden Inu diberikan arah yang salah. Diperjalanan Raden Inu
bertemu dengan seorang kakek yang sedang kelaparan, diberinya kakek itu makan.
Ternyata kakek adalah orang sakti yang baik. Ia menolong Raden Inu dari burung gagak
itu.
Kakek itu memukul burung gagak dengan tongkatnya, dan
burung itu menjadi asap. Akhirnya Raden Inu diberitahu
dimana Candra Kirana berada, disuruhnya Raden itu pergi
ke desa Dadapan. Setelah berjalan berhari-hari
sampailah ia ke desa Dadapan. Ia menghampiri sebuah
gubuk yang dilihatnya untuk meminta seteguk air karena
perbekalannya sudah habis.
Tapi ternyata ia sangat terkejut, karena dari balik jendela ia melihat tunangannya sedang
memasak. Akhirnya sihirnya pun hilang karena perjumpaan dengan Raden Inu. Tetapi pada
saat itu muncul nenek pemilik gubuk itu dan putri Candra Kirana memperkenalkan Raden
Inu pada nenek. Akhirnya Raden Inu memboyong tunangannya ke istana, dan Candra
Kirana menceritakan perbuatan Galuh Ajeng pada Baginda Kertamarta.
Baginda minta maaf kepada Candra Kirana dan sebaliknya. Galuh Ajeng mendapat hukuman
yang setimpal. Karena takut, Galuh Ajeng melarikan diri ke hutan, kemudian ia terperosok
dan jatuh ke dalam jurang. Akhirnya pernikahan Candra kirana dan Raden Inu
Kertapatipun berlangsung. Mereka memboyong nenek Dadapan yang baik hati itu ke istana
dan mereka hidup bahagia.
asal usul danau toba

Cerita rakyat: Asal usul danau Toba

Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup seorang petani. Ia seorang petani yang rajin
bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari
hasil kerjanya yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah,
tetapi ia tetap memilih hidup sendirian.
Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di
sungai. "Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang
besar," gumam petani tersebut dalam hati. Beberapa saat
setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyanggoyang.
Ia segera menarik kailnya. Petani itu bersorak
kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar.
Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu
berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya
bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang
menakjubkan. "Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan
bersedia menemanimu jika kau tidak jadi memakanku."
Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu.
Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh
ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah
wujud menjadi seorang gadis yang cantik jelita. "Bermimpikah aku?," gumam petani.
"Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu
karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata," kata gadis itu.
"Namaku Puteri, aku tidak keberatan untuk menjadi
istrimu," kata gadis itu seolah mendesak. Petani itupun
mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri.
Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka
tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari
seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi
petaka dahsyat.
Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat
gadis cantik jelita bersama
petani tersebut. "Dia mungkin bidadari yang turun dari langit," gumam mereka. Petani
merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk
mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena
ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak
orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan
usaha petani. "Aku tahu Petani itu pasti memelihara makhluk halus!" kata seseorang
kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak
merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.
Setahun kemudian, kebahagiaan Petan dan istri bertambah, karena istri Petani
melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak
membuat mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia
menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran
kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga
dapat dimakannya sendiri.
Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu
pekerjaan orang tua, ia selalu menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar
bersabar atas ulah anak mereka. "Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak
kita!" kata Petani kepada istrinya. "Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda
memang seorang suami dan ayah yang baik," puji Puteri kepada suaminya.
Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu.
Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan
makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang
bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani
menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan
lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera
sedang bermain bola. Petani menjadi marah sambil
menjewer kuping anaknya. "Anak tidak tau diuntung ! Tak
tahu diri ! Dasar anak ikan !," umpat si Petani tanpa sadar
telah mengucapkan kata pantangan itu.
Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya hilang
lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah
air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa
sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas
sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk
sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau
Toba. Sedangkan pulau kecil di tengahnya dikenal dengan nama
Pulau Samosir.
HIKMAH :
Jadilah seorang yang sabar dan bisa mengendalikan emosi. Dan juga, jangan
melanggar janji yang telah kita buat atau ucapkan.

Kumpulan Dongeng: Putri Tidur

Dahulu kala, terdapat sebuah negeri yang dipimpin oleh raja yang sangat adil dan
bijaksana. Rakyatnya makmur dan tercukupi semua kebutuhannya. Tapi ada satu yang
masih terasa kurang. Sang Raja belum dikaruniai keturunan. Setiap hari Raja dan
permaisuri selalu berdoa agar dikaruniai seorang anak. Akhirnya, doa Raja dan permaisuri
dikabulkan. Setelah 9 bulan mengandung, permaisuri melahirkan seorang anak wanita yang
cantik. Raja sangat bahagia, ia mengadakan pesta dan mengundang kerajaan sahabat
serta seluruh rakyatnya. Raja juga mengundang 7 penyihir baik untuk memberikan
mantera baiknya.
"Jadilah engkau putri yang baik hati", kata penyihir
pertama. "Jadilah engkau putri yang cantik", kata penyihir
kedua. "Jadilah engkau putri yang jujur dan anggun", kata
penyihir ketiga. "Jadilah engkau putri yang pandai
berdansa", kata penyihir keempat. "Jadilah engkau putri
yang panda menyanyi," kata penyihir keenam. Sebelum
penyihir ketujuh memberikan mantranya, tiba-tiba pintu istana
terbuka. Sang penyihir jahat masuk sambil berteriak, "Mengapa aku tidak diundang ke
pesta ini?".
Penyihir terakhir yang belum sempat memberikan mantranya sempat bersembunyi dibalik

tirai. "Karena aku tidak diundang, aku akan mengutuk anakmu. Penyihir tua yang jahat
segera mendekati tempat tidur sang putri sambil berkata,"Sang putri akan mati tertusuk
jarum pemintal benang, ha ha ha ha!..". Si penyihir jahat segera pergi setelah
mengeluarkan kutukannya.
Para undangan terkejut mendengar kutukan sang penyihir jahat itu. Raja dan permaisuri
menangis sedih. Pada saat itu, muncullah penyihir baik yang ketujuh, "Jangan khawatir,
aku bisa meringankan kutukan penyihir jahat. Sang putri tidak akan wafat, ia hanya akan
tertidur selama 100 tahun setelah terkena jarum pemintal benang, dan ia akan terbangun
kembali setelah seorang Pangeran datang padanya", ujar penyihir ketujuh. Setelah
kejadian itu, Raja segera memerintahkan agar semua alat pemintal benang yang ada di
negerinya segera dikumpulkan dan dibakar.
Enam belas tahun kemudian, sang putri telah tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik
dan baik hati. Tidak berapa lama Raja dan Permaisuri melakukan perjalanan ke luar negeri.
Sang Putri yang cantik tinggal di istana. Ia berjalan-jalan keluar istana. Ia masuk ke
dalam sebuah puri. Di dalam puri itu, ia melihat sebuah kamar yang belum pernah ia lihat
sebelumnya. Ia membuka pintu kamar tersebut dan ternyata di dalam
kamar itu, ia melihat seorang nenek sedang memintal
benang. Setelah berbicara dengan nenek tua, sang Putri
duduk di depan alat pemintal dan mulai memutar alat
pemintal itu. Ketika sedang asyik memutar alat pintal, tibatiba
jari sang Putri tertusuk jarum alat pemintal. Ia
menjerit kesakitan dan tersungkur di lantati. "Hi hi hi...
tamatlah riwayatmu!", kata sang nenek yang ternyata adalah si
penyihir jahat.
Hilangnya sang Putri dan istana membuat khawatir orang tuanya. Semua orang
diperintahkan untuk mencari sang Putri. Sang putri pun ditemukan. Tetapi ia dalam
keadaan tak sadarkan diri. "Anakku ! malang sekali nasibmu" ratap Raja. Tiba-tiba
datanglah penyihir muda yang baik hati. Katanya, "Jangan khawatir, Tuan Putri hanya akan
tertidur selama seratus tahun. Tapi, ia tidak akan sendirian. Aku akan menidurkan kalian
semua," lanjutnya sambil menebarkan sihirnya ke seisi istana. Kemudian, penyihir itu
menutup istana dengan semak berduri agar tak ada yang bisa masuk ke istana.
Seratus tahun yang panjang pun berlalu. Seorang pangeran dari negeri seberang
kebetulan lewat di istana yang tertutup semak berduri itu. Menurut cerita orang desa di
sekitar situ, istana itu dihuni oleh seekor naga yang mengerikan. Tentu saja Pangeran
tidak percaya begitu saja pada kabar itu. "Akan ku hancurkan naga itu,"
kata sang Pangeran. Pangeran pun pergi ke istana. Sesampai di
gerbang istana, Pangeran mengeluarkan pedangnya untuk
memotong semak belukar yang menghalangi jalan masuk.
Namun, setelah dipotong berkali-kali semak itu kembali
seperti semula. "Semak apa ini ?" kata Pangeran keheranan.
Tiba-tiba muncullah seorang penyihir muda yang baik hati.
"Pakailah pedang ini," katanya sambil memberikan sebuah yang
pangkalnya berkilauan.
Dengan pedangnya yang baru, Pangeran berhasil masuk ke istana. "Nah, itu dia menara
yang dijaga oleh naga." Pangeran segera menaiki menara itu. Penyihir jahat melihat
kejadian itu melalui bola kristalnya. "Akhirnya kau datang, Pangeran. Kau pun akan
terkena kutukan sihirku!" Penyihir jahat itu bergegas naik ke menara. Ia menghadang
sang Pangeran. "Hai Pangeran!, jika kau ingin masuk, kau harus mengalahkan aku terlebih
dahulu!" teriak si Penhyihir. Dalam sekejap, ia merubah dirinya menjadi seekor naga
raksasa yang menakutkan. Ia menyemburkan api yang panas.
Pangeran menghindar dari semburan api itu. Ia menangkis
sinar yang terpancar dari mulut naga itu dengan pedangnya.
Ketika mengenai pangkal pedang yang berkilau, sinar itu
memantul kembali dan mengenai mata sang naga raksasa.
Kemudian, dengan secepat kilat, Pangeran melemparkan
pedangnya ke arah leher sang naga. "Aaaa..!" Naga itu jatuh
terkapar di tanah, dan kembali
ke bentuk semula, lalu mati. Begitu tubuh penyihir tua itu lenyap, semak berduri yang
selama ini menutupi istana ikut lenyap. Di halaman istana, bunga-bunga mulai bermekaran
dan burung-burung berkicau riang. Pangeran terkesima melihat hal itu. Tiba-tiba penyihir
muda yang baik hati muncul di hadapan Pangeran.
"Pangeran, engkau telah berhasil menghapus kutukan atas istana ini. Sekarang pergilah ke
tempat sang Putri tidur," katanya. Pangeran menuju ke sebuah ruangan tempat sang Putri
tidur. Ia melihat seorang Putri yang cantik jelita dengan pipi semerah mawar
yang merekah. "Putri, bukalah matamu," katanya sambil
mengenggam tangan sang Putri. Pangeran mencium pipi sang
Putri. Pada saat itu juga, hilanglah kutukan sang Putri.
Setelah tertidur selama seratus tahun, sang Putri
terbangun dengan kebingungan. "Ah! apa yang terjadi?
Siapa kamu? Tanyanya. Lalu Pangeran menceritakan semua
kejadian yang telah terjadi pada sang Putri.
"Pangeran, kau telah mengalahkan naga yang menyeramkan. Terima kasih Pangeran," kata
sang Putri. Di aula istana, semua orang menunggu kedatangan sang Putri. Ketika melihat
sang Putri dalam keadaan sehat, Raja dan Permaisuri sangat bahagia. Mereka sangat
berterima kasih pada sang Pangeran yang gagah berani. Kemudian Pangerang
berkata, "Paduka Raja, hamba punya satu permohonan.
Hamba ingin menikah dengan sang Putri." Raja pun
menyetujuinya. Semua orang ikut bahagia mendengar hal
itu. Hari pernikahan sang Putri dan Pangeran pun tiba.
Orang berbondong-bondong datang dari seluruh pelosok
negeri untuk mengucapkan selamat. Tujuh penyihir yang
baik juga datang dengan membawa hadiah.
Dongeng Anak: Timun Mas

Mbok Sirni namanya, ia seorang janda yang menginginkan seorang anak agar dapat
membantunya bekerja. Suatu hari ia didatangi oleh raksasa yang ingin memberi seorang
anak dengan syarat apabila anak itu berusia enam tahun harus diserahkan ke
raksasa itu untuk disantap. Mbok Sirnipun setuju.

Raksasa memberinya biji mentimun agar ditanam dan
dirawat. Setelah dua minggu diantara buah ketimun
yang ditanamnya ada satu yang paling besar dan
berkilau seperti emas. Kemudian Mbok Sirni
membelah buah itu dengan hati-hati. Ternyata isinya
seorang bayi cantik yang diberi nama Timun Emas.
Semakin hari Timun Emas tumbuh menjadi gadis jelita. Suatu hari datanglah raksasa
untuk menagih janji. Mbok Sirni amat takut kehilangan Timun Emas, dia mengulur janji
agar raksasa datang 2 tahun lagi, karena semakin dewasa, semakin enak untuk disantap,
raksasa pun setuju. Mbok Sirnipun semakin sayang pada Timun Emas, setiap kali ia
teringat akan janinya hatinyapun menjadi cemas dan sedih.
Suatu malam Mbok Sirni bermimpi, agar anaknya
selamat ia harus menemui petapa di Gunung Gundul.
Paginya ia langsung pergi. Di Gunung Gundul ia bertemu
seorang
petapa yang memberinya 4 buah bungkusan
kecil, yaitu biji mentimun, jarum, garam, dan terasi
sebagai penangkal. Sesampainya di rumah diberikannya
4 bungkusan tadi kepada Timun Emas, dan disuruhnya
Timun Emas berdoa.
Paginya raksasa datang lagi untuk menagih janji. Timun Emaspun disuruh keluar lewat
pintu belakang oleh Mbok Sirni. Raksasapun mengejarnya. Timun Emaspun teringat akan
bungkusannya, maka ditebarnya biji mentimun. Sungguh ajaib, hutan menjadi ladang
mentimun yang lebat buahnya. Raksasapun memakannya. Tapi buah timun itu malah
menambah tenaga raksasa. Lalu Timun Emas menaburkan jarum, dalam sekejap tumbuhlah
pohon-pohon bambu yang sangat tinggi dan tajam. Dengan kaki yang berdarah-darah
raksasa terus mengejar. Timun Emaspun membuka bingkisan garam
dan ditaburkannya. Seketika hutanpun menjadi lautan luas.
Dengan kesakitan raksasa dapat melewatinya. Yang
terakhir Timun Emas akhirnya menaburkan terasi, seketika
terbentuklah lautan lumpur yang mendidih, akhirnya
raksasapun mati. "Terimakasih Tuhan, Engkau telah
melindungi hambamu ini" Timun Emas mengucap syukur.
Akhirnya Timun Emas dan Mbok Sirni hidup bahagia dan
damai.

Cerita rakyat: malin Kundang

Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di
pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri
dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama
Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga yang
memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari
nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang
luas.
Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua
bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung
halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.
Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan
memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung
batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya
dan tidak bisa hilang.
Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting
tulang mencari
nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di
negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah
menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal
dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.
Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju
dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang
akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan
perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya.
"Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau
lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar Ibu Malin Kundang sambil
berlinang air mata.
Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu
Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu
pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tibatiba
kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan
para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar
awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin
Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika
peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh
kayu.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya
terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju
ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong
oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang
menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan
keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang
yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih
dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis
untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah
menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin
Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah
berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi
ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke
kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya
melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah
disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang
banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui
anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke
pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang
berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang
sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang
beserta istrinya.
Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya
melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia
dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama
tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang.
Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera
melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga
terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja
mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada
ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya,
karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan
mengenakan baju compang-camping. "Wanita
itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura
mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya.
Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang
sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya
yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau
benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin
bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang.
Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya
berbentuk menjadi sebuah batu karang.
HIKMAH :
Sebagai seorang anak, jangan pernah melupakan semua jasa orangtua terutama
kepada seorang Ibu yang telah mengandung dan membesarkan anaknya, apalagi jika
sampai menjadi seorang anak yang durhaka. Durhaka kepada orangtua merupakan
satu dosa besar yang nantinya akan ditanggung sendiri oleh anak.

Antara Anak Katak dan anak Lembu

Di zaman dahulu kala, ketika belum saya belum lahir di sebuah kampung terdapat padang rumput. Di tengah padang rumput yang sangat luas, terdapat sebuah kolam yang dihuni oleh berpuluh-puluh katak. Diantara katak-katak tersebut ada satu anak katak yang bernama Kenthus, dia adalah anak katak yang paling besar dan kuat. Karena kelebihannya itu, Kenthus menjadi sangat sombong. Dia merasa kalau tidak ada anak katak lainnya yang dapat mengalahkannya.

Sebenarnya kakak Kenthus sudah sering menasehati agar Kentus tidak bersikap sombong pada teman-temannya yang lain. Tetapi nasehat kakaknya tersebut tidak pernah dihiraukannya. Hal ini yang menyebabkan teman-temannya mulai menghindarinya, hingga Kenthus tidak mempunyai teman bermain lagi.

Pada suatu pagi, Kenthus berlatih melompat di padang rumput. Ketika itu juga ada seekor anak lembu yang sedang bermain di situ. Sesekali, anak lembu itu mendekati ibunya untuk menyedot susu. Anak lembu itu gembira sekali, dia berlari-lari sambil sesekali menyenggok rumput yang segar. Secara tidak sengaja, lidah anak sapi yang dijulurkan terkena tubuh si Kenthus.

"Huh, berani makhluk ini mengusikku," kata Kenthus dengan perasaan marah sambil coba menjauhi anak lembu itu. Sebenarnya anak lembu itu pula tidak berniat untuk mengganggunya. Kebetulan pergerakannya sama dengan Kenthus sehingga menyebabkan Khentus menjadi cemas dan melompat dengan segera untuk menyelamatkan diri.

Sambil terengah-engah, Kenthus sampai di tepi kolam. Melihat Kenthus yang kelihatan sangat capek, kawan-kawannya nampak sangat heran. "Hai Khentus, mengapa kamu terengah-engah, mukamu juga kelihatan sangat pucat sekali,” Tanya teman-temannya.

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya cemas saja. Lihatlah di tengah padang rumput itu. Aku tidak tahu makhluk apa itu, tetapi makhluk itu sangat sombong. Makhluk itu hendak menelan aku." Kata Kenthus..

Kakaknya yang baru tiba di situ menjelaskan. " Makhluk itu anak lembu. sepengetahuan kakak, anak lembu tidak jahat. Mereka memang biasa dilepaskan di padang rumput ini setiap pagi."

"Tidak jahat? Kenapa kakak bias bilang seperti itu? Saya hampir-hampir ditelannya tadi," kata Kenthus. "Ah, tidak mungkin. Lembu tidak makan katak atau ikan tetapi hanya rumput." Jelas kakaknya lagi.

"Saya tidak percaya kakak. Tadi, aku dikejarnnya dan hampir ditendang olehnya." Celah Kenthus. "Wahai kawan-kawan, aku sebenarnya bisa melawannya dengan mengembungkan diriku," Kata Kenthus dengan bangga.

" Lawan saja Kenthus! Kamu tentu menang," teriak anak-anak katak beramai-ramai.

"Sudahlah Kenthus. Kamu tidak akan dapat menandingi lembu itu. Perbuatan kamu berbahaya. Hentikan!" kata Kakak Kenthus berulang kali tetapi Kenthus tidak mempedulikan nasehat kakaknya. Kenthus terus mengembungkan dirinya, karena dorongan dari teman-temannya. Sebenarnya, mereka sengaja hendak memberi pelajaran pada Kenthus yang sombong itu.

"Sedikit lagi Kenthus. Teruskan!" Begitulah yang diteriakkan oleh kawan-kawan Kenthus. Setelah perut Kenthus menggembung dengan sangat besar, tiba-tiba Kenthus jatuh lemas. Perutnya sangat sakit dan perlahan-lahan dikempiskannya. Melihat keadaan adiknya yang lemas, kakak Kenthus lalu membantu.

Mujurlah Kenthus tidak apa-apa. Dia sembuh seperti sedia kala tetapi sikapnya telah banyak berubah. Dia malu dan kesal dengan sikapnya yang sombong.

Kisah Alibaba dan Sang Penyamun

Pada jaman dahulu dikota Persia, hidup 2 orang bersaudara yang bernama Kasim dan Alibaba. Kedua saudara itu memiliki perbedaan dalam hidupnya. Alibaba hidup dalam kemiskinan dan tinggal di daerah pegunungan. Ia mengandalkan hidupnya dari penjualan kayu bakar yang dikumpulkannya. Berbeda dengan kakaknya yang hidup kecukupan, tetapi serakah.

Suatu hari, ketika Alibaba pulang dari mengumpulkan kayu bakar, ia melihat segerombol penyamun yang berkuda. Alibaba segera bersembunyi karena takut dibunuh jika para penyamun melihatnya.

Dari tempat persembunyiannya, Alibaba memperhatikan para penyamun sedang sibuk menurunkan harta rampokannya dari kuda mereka. Kepala penyamun tiba-tiba berteriak, "Alakazam ! Buka…..". Pintu gua yang ada di depan mereka tiba-tiba terbuka perlahan-lahan. Setelah itu mereka segera memasukkan seluruh harta rampokan mereka. "Alakazam ! tutup… " teriak kepala penyamun, pintu gua pun tertutup.

Setelah para penyamun tersebut pergi, Alibaba memberanikan diri keluar dari tempat sembunyinya. Ia mendekati pintu gua tersebut dan meniru teriakan kepala penyamun tadi. "Alakazam! Buka….." pintu gua yang terbuat dari batu itu terbuka. "Wah… Hebat!", teriak Alibaba sambil terpana sebentar karena melihat harta yang bertumpuk-tumpuk seperti gunung. "Gunungan harta ini akan Aku ambil sedikit, semoga aku tak miskin lagi, dan aku akan membantu tetanggaku yang kesusahan".

Setelah mengarungkan harta dan emas tersebut, Alibaba segera pulang setelah sebelumnya menutup pintu gua. Istri Alibaba sangat terkejut melihat barang yang dibawa Alibaba. Alibaba kemudian bercerita pada istrinya apa yang baru saja dialaminya. "Uang ini sangat banyak… bagaimana jika kita bagikan kepada orang-orang yang kesusahan.." ujar istri Alibaba.

Karena terlalu banyak, uang emas tersebut tidak dapat dihitung Alibaba dan istrinya. Akhirnya mereka sepakat untuk meminjam timbangan kepada saudaranya, Kasim. Istri Alibaba segera pergi meminjam timbangan kepada istri Kasim. Karena istri Kasim sangat pencuriga, maka ia mengoleskan minyak yang sangat lengket di dasar timbangan.

Keesokannnya, setelah timbangan dikembalikan, ternyata di dasar timangan ada sesuatu yang berkilau. Istri Kasim segera memanggil suaminya dan memberitahu suaminya bahwa di dasar timbangan ada uang emas yang melekat. Kasim segera pergi ke rumah Alibaba untuk menanyakan hal tersebut. Setelah semuanya diceritakan Alibaba, Kasim segera kembali kerumahnya untuk mempersiapkan kuda-kudanya. Ia pergi ke gua harta dengan membawa 20 ekor keledai.

Setibanya di depan gua, ia berteriak "Alakazam ! Buka…", pintu batu gua bergerak terbuka. Kasim segera masuk dan langsung mengarungkan emas dan harta yang ada didalam gua sebanyak-banyaknya. Ketika ia hendak keluar, Kasim lupa mantra untuk membuka pintu, ia berteriak apa saja dan mulai ketakutan. Tiba-tiba pintu gua bergerak, Kasim merasa lega. Tapi ketika ia mau keluar, para penyamun sudah berada di luar, mereka sama-sama terkejut. "Hei maling! Tangkap dia, bunuh!" teriak kepala penyamun. "Tolong… saya jangan dibunuh", mohon Kasim. Para penyamun yang kejam tidak memberi ampun kepada Kasim. Ia segera dibunuh.

Istri Kasim yang menunggu di rumah mulai kuatir karena sudah seharian Kasim tidak kunjung pulang. Akhirnya ia meminta bantuan Alibaba untuk menyusul saudaranya tersebut. Alibaba segera pergi ke gua harta. Disana ia sangat terkejut karena mendapati tubuh kakaknya sudah tergeletak di tanah. Setibanya dirumah, istri Kasim menangis sejadi-jadinya. Dia sangat sedih karena suaminya sudah meninggal dunia. Sebelum Kasim dimakamkan, Alibaba membawa tubuh kakaknya itu ke tabib. Alibaba meminta tabib itu menjahit luka di tubuh kakaknya. Setelah selesai menjahit, Alibaba memberikan upah beberapa uang emas.

Dilain tempat, di gua harta, para penyamun terkejut, karena mayat Kasim sudah tidak ada lagi. "Tak salah lagi, pasti ada orang lain yang tahu tentang rahasia gua ini, ayo kita cari dan bunuh dia!" kata sang kepala penyamun. Merekapun mulai berkeliling pelosok kota. Ketika bertemu dengan seorang tabib, mereka bertanya,"Apakah akhir-akhir ini ada orang yang kaya mendadak ?". "Akulah orang itu, karena setelah menjahit luka mayat, aku menjadi orang kaya".

"Apa! Mayat! Siapa yang memintamu melakukan itu?" Tanya mereka. "Tolong antarkan kami padanya!". Setelah menerima uang dari penyamun, si tabib lalu mengantar mereka ke rumah Alibaba. Si penyamun segera memberi tanda silang dipintu rumah Alibaba. "Aku akan melaporkan pada ketua, dan nanti malam kami akan datang untuk membunuhnya," kata si penyamun. Tetangga Alibaba, Morijana yang baru pulang berbelanja melihat dan mendengar percakapan para penyamun.

Malam harinya, Alibaba didatangi seorang penyamun yang menyamar menjadi seorang pedagang minyak yang kemalaman dan memohon untuk menginap sehari dirumahnya. Alibaba yang baik hati mempersilakan tamunya masuk dan memperlakukannya dengan baik. Ia tidak mengenali wajah si kepala penyamun.

Morijana, tetangga Alibaba yang sedang berada diluar rumah, melihat dan mengenali wajah penyamun tersebut. Ia berpikir keras bagaimana cara untuk memberitahu Alibaba. Akhirnya ia mempunyai ide, dengan menyamar sebagai seorang penari. Ia pergi kerumah Alibaba untuk menari. Ketika Alibaba, istri dan tamunya sedang menonton tarian, Morijana dengan cepat melemparkan pedang kecil yang sengaja diselipkannya dibajunya ke dada tamu Alibaba.

Alibaba dan istrinya sangat terkejut, sebelum Alibaba bertanya, Morijana membuka samarannya dan segera menceritakan semua yang telah dilihat dan didengarnya. "Morijana, engkau telah menyelamatkan nyawa kami, terima kasih". Setelah semuanya berlalu, Alibaba membagikan uang peninggalan para penyamun kepada orang-orang miskin dan yang sangat memerlukannya.

Semut dan sang belalang

Pada siang hari di akhir musim gugur, satu keluarga semut yang telah bekerja keras sepanjang musim panas untuk mengumpulkan makanan, mengeringkan butiran-butiran gandum yang telah mereka kumpulkan selama musim panas. Saat itu seekor belalang yang kelaparan, dengan sebuah biola di tangannya datang dan memohon dengan sangat agar keluarga semut itu memberikan sedikit makan untuk dirinya.


"Apa!" teriak sang Semut dengan terkejut, "tidakkah kamu telah mengumpulkan dan menyiapkan makanan untuk musim dingin yang akan datang ini? Selama ini apa saja yang kamu lakukan sepanjang musim panas?"

"Saya tidak mempunyai waktu untuk mengumpulkan makanan," keluh sang Belalang; "Saya sangat sibuk membuat lagu, dan sebelum saya sadari, musim panas pun telah berlalu."

Semut tersebut kemudian mengangkat bahunya karena merasa gusar.

"Membuat lagu katamu ya?" kata sang Semut, "Baiklah, sekarang setelah lagu tersebut telah kamu selesaikan pada musim panas, sekarang saatnya kamu menari!" Kemudian semut-semut tersebut membalikkan badan dan melanjutkan pekerjaan mereka tanpa memperdulikan sang Belalang lagi.

Ada saatnya untuk bekerja dan ada saatnya untuk bermain.

Kesombongan Capung

"Hooi, teman-teman? Nuni Nuri, Kiki Kutilang, Gaga Gagak, hooi, lihat, coba lihat sayapku.., lihat, indah kan?" kata Caca Capung. Caca Capung, bangga sekali ia dengan sayapnya. Memang indah sih, tapi…"Huuh, coba deh lihat si ulat bulu, teman-teman. Rupanya jelek sekali. Heh, ulat bulu, ngapain kau lihat-lihat kita. Kau pikir rupamu seindah kami," ujar Caca Capung ketus. Caca Capung menjadi sombong memiliki sayap yang indah. Bukan hanya ulat bulu yang tidak suka padanya. Tapi, teman-temannya, Nuni Nuri, Kiki Kutilang, dan Gaga Gagak juga sebal pada Caca Capung. Ulat bulu hanya bisa menahan kesal saja dalam hati ”Hmmh.., biarlah Caca Capung berkata apa saja yang ia suka. Suatu hari aku akan beri kejutan untuknya.” Hebat Si Ulat bulu, walaupun diejek, ia tetap tegar. Ia menganggap semua ejekan Caca Capung angin lalu. "Hai Ulaat, ulaat bulu, ulaat jelek, tampakkanlah wujudmu," sahut Caca Capung. Ada apa tuh? Caca Capung mau cari gara-gara lagi ya? Sepertinya ia kehilangan Ulat bulu. Sudah beberapa hari ini, Si Ulat tidak menampakkan diri. Caca Capung kebingungan mencarinya. Walaupun sering diejek, Caca Capung merasa Ulat bulu adalah satu-satunya binatang yang peduli dengannya. "Ulaat jelek, ulaat jelek, ulat bulu jelek keluar dong, ayolah keluar, tak usah malu dengan rupamu yang buruk," sahut Caca Capung yang terbang kesana kemari mencari Ulat bulu. Duh, maunya apa sih Caca Capung, kerjanya hanya buat onar saja. Eh, eh, tapi, ada apa di sebelah sana? Sepertinya, penduduk hutan sedang berkumpul. Mereka nampak membicarakan sesuatu. Ada pesta yang sangat meriah. Nampaknya semua penghuni hutan bergembira. Mereka kedatangan penghuni baru, seekor kupu-kupu, iya, iya, seekor kupu-kupu yang sangat cantik. "Uuh, siapa tuh, seekor kupu-kupu, indah sekali sayapnya. Waaah," ujar Caca Capung melihat keindahan sayap kupu-kupu. "Hai Caca, Caca, Caca Capung. Hihihi" Caca Capung kaget karena mendengar suara yang sepertinya ia kenal. "Hmmm, siapa ya yang tadi memanggilku, siapa ya, sepertinya aku kenal," kata Caca Capung. ”Caca, Caca, ayo, kita ikut berpesta," terdengar suara memanggil. Caca Capung masih penasaran dengan suara itu. Tahu ngga, itu suara siapa? "Kedengarannya sih seperti suara Si Ulat bulu. Tapi, aku sama sekali tak melihat Si ulat bulu? Eh, bener ngga sih, itu suara Si Ulat," ujar Caca Capung dalam hati. “Hai.. Caca, ini aku, temanmu yang selalu kau ejek, Si Ulat Bulu.” kata Si Kupu-kupu cantik. Benar, suara itu adalah suara Si Ulat Bulu yang selalu diejek Caca Capung. "Ooh, kok bisa sih?" ujar Caca Capung merasa heran melihat si Ulat Bulu yang selalu ia ejek dulu. "Bisa dong! Setelah ulat bulu tertidur panjang dan terbangun, ia akan berubah bukan lagi menjadi ulat, tetapi menjadi seekor kupu-kupu cantik," ujar si Kupu-kupu. "Ka, Kau, Si Ulat, Si Ulat yang selalu kuejek?" ujar Caca Capung merasa tidak percaya. Wah, lihat, Caca Capung gelagapan gitu, hihihi.. dia kaget karena teman yang selama ini diejeknya, menjadi cantik dan indah. "Ma, maaf, ya Ulat bulu, aku janji takkan sombong lagi," ujar Caca Capung yang menyadari kesalahan yang telah dilakukannya.

Kura-kura dan angsa

Dahulu kala, di suatu danau di kota Magdha, hidup seekor kura-kura. Dua ekor angsa undan juga hidup di dekat sana. Mereka bertiga adalah teman yang sangat akrab.

Pada suatu hari, beberapa nelayan tiba di sana dan berkata, “Kita akan datang ke sini besok pagi dan menangkap ikan dan kura-kura.”

Pada waktu kura-kura mendengarnya, dia berkata kepada angsa-angsa undan, ” Apakah kalian dengar apa yang dikatakan nelayan-nelayan tadi. Apa yang akan kita lakukan sekarang?’

“Kami akan melakukan apa yang terbaik”. “Saya sudah pernah melewati waktu yang sangat mengerikan dahulu”, kata kura-kura. “Jadi bisakah engkau membantu saya pergi hari ini ke danau yang lain?”

“Tapi itu tidak aman untuk kamu dengan merangkak ke danau yang lain”, kata angsa-angsa undan.

“Baik, kamu bisa mengangkat saya ke sana dengan menumpang dua di antara kamu” jawab kura-kura sambil merasa bahagia sekali dengan dirinya sendiri.

“Bagaimana kita bisa melakukannya?” Tanya angsa-angsa undan.

“Masing-masing bisa memegang ujung kayu di paruhmu sementara saya memegang kayu tengahnya di mulutku. Kemudian jika kamu terbang, saya bisa ikut dengan kamu”, kata kura-kura.

“Rencana yang bagus sekali”, kata angsa-angsa undan. “Tapi ini juga sangat berbahaya karena kalau kamu membuka mulutmu untuk bicara, kamu akan terjatuh.”

“Apakah kamu mengira saya begitu bodoh?” Tanya kura-kura.

Kemudian pada waktu angsa-angsa undan itu terbang sambil mengangkat temannya si kura-kura di kayu, mereka terlihat oleh beberapa orang penggembala sapi yang berada di bawah.

Karena terkejut, para penggembala itu berkata, “Sesuatu yang aneh, lihatlah! Angsa-angsa undan sedang membawa kura-kura ke suatu tempat.”

“Wah, kalau kura-kura itu jatuh kita akan memanggangnya”, kata salah satu gembala sapi.

“Saya akan memotong dia menjadi bagian-bagian kecil dan memakannya” kata yang lain.

Mendengar kata-kata yang begitu kasar dari para gembala sapi, kura-kura lupa di mana dia sedang berada kemudian berteriak dengan marah, “Kamu akan makan abu.”

Pada saat dia membuka mulutnya, ia kehilangan genggamannya dan dia pun jatuh terpelanting ke tanah dan langsung disambar oleh gembala sapi kemudian dibunuh.

Angsa-angsa undan dengan sedih melihat kehancuran teman mereka (si kura-kura) dan dengan putus asa mengharap bahwa dia seharusnya mendengar nasihat mereka untuk tidak membuka mulutnya.

Dua ekor kambing yang serakah

Dua ekor kambing berjalan dengan gagahnya dari arah yang berlawanan di sebuah pegunungan yang curam, saat itu secara kebetulan mereka secara bersamaan masing-masing tiba di tepi jurang yang dibawahnya mengalir air sungai yang sangat deras. Sebuah pohon yang jatuh, telah dijadikan jembatan untuk menyebrangi jurang tersebut. Pohon yang dijadikan jembatan tersebut sangatlah kecil sehingga tidak dapat dilalui secara bersamaan oleh dua ekor tupai dengan selamat, apalagi oleh dua ekor kambing.

Jembatan yang sangat kecil itu akan membuat orang yang paling berani pun akan menjadi ketakutan. Tetapi kedua kambing tersebut tidak merasa ketakutan. Rasa sombong dan harga diri mereka tidak membiarkan mereka untuk mengalah dan memberikan jalan terlebih dahulu kepada kambing lainnya.

Saat salah satu kambing menapakkan kakinya ke jembatan itu, kambing yang lainnya pun tidak mau mengalah dan juga menapakkan kakinya ke jembatan tersebut. Akhirnya keduanya bertemu di tengah-tengah jembatan. Keduanya masih tidak mau mengalah dan malahan saling mendorong dengan tanduk mereka sehingga kedua kambing tersebut akhirnya jatuh ke dalam jurang dan tersapu oleh aliran air yang sangat deras di bawahnya.

Lebih baik mengalah daripada mengalami nasib sial karena keras kepala.

Anjing yang serakah

Seekor anjing yang mendapatkan sebuah tulang dari seseorang, berlari-lari pulang ke rumahnya secepat mungkin dengan senang hati. Ketika dia melewati sebuah jembatan yang sangat kecil, dia menunduk ke bawah dan melihat bayangan dirinya terpantul dari air di bawah jembatan itu. Anjing yang serakah ini mengira dirinya melihat seekor anjing lain membawa sebuah tulang yang lebih besar dari miliknya.

Bila saja dia berhenti untuk berpikir, dia akan tahu bahwa itu hanyalah bayangannya. Tetapi anjing itu tidak berpikir apa-apa dan malah menjatuhkan tulang yang dibawanya dan langsung melompat ke dalam sungai. Anjing serakah tersebut akhirnya dengan susah payah berenang menuju ke tepi sungai. Saat dia selamat tiba di tepi sungai, dia hanya bisa berdiri termenung dan sedih karena tulang yang di bawanya malah hilang, dia kemudian menyesali apa yang terjadi dan menyadari betapa bodohnya dirinya.

Sangatlah bodoh memiliki sifat yang serakah

Cerita Rakyat Riau, Sumatera

Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya.

Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.

Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.

Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.

Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.

“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”

Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.

“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.

“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.

“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.

Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.

Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.

Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.

Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.

Cerita Rakyat: Asal Usul Gunung Tangkuban Perahu
admin5.0Cerita Rakyat: Asal Usul Gunung Tangkuban Perahu
 Cerita Rakyat: Asal Usul Gunung Tangkuban Perahu – Di Jawa Barat tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang terbalik. Konon menurut cerita rakyat parahyangan gunung itu memang merupakan perahu yang terbalik. Berikut ini ceritanya.
Beribu-ribu tahun yang lalu, tanah Parahyangan dipimpin oleh seorang raja dan seorang ratu yang hanya mempunyai seorang putri. Putri itu bernama Dayang Sumbi. Dia sangat cantik dan cerdas, sayangnya dia sangat manja. Pada suatu hari saat sedang menenun di beranda istana, Dayang Sumbi merasa lemas dan pusing. Dia menjatuhkan pintalan benangnya ke lantai berkali-kali. Saat pintalannya jatuh untuk kesekian kalinya Dayang Sumbi menjadi marah lalu bersumpah, dia akan menikahi siapapun yang mau mengambilkan pintalannya itu. Tepat setelah kata-kata sumpah itu diucapkan, datang seekor anjing sakti yang bernama Tumang dan menyerahkan pintalan itu ke tangan Dayang Sumbi. Maka mau tak mau, sesuai dengan sumpahnya, Dayang Sumbi harus menikahi Anjing tersebut.
Dayang Sumbi dan Tumang hidup berbahagia hingga mereka dikaruniai seorang anak yang berupa anak manusia tapi memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya. Anak ini diberi nama Sangkuriang. Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuring se lalu ditemani bermain oleh seekor anjing yang bernama Tumang yang dia ketahui hanya sebagai anjing yang setia, bukan sebagai ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa.
Pada suatu hari Dayang Sumbi menyuruh anaknya pergi bersama anjingnya untuk berburu rusa untuk keperluan suatu pesta. Setelah beberapa lama mencari tanpa hasil, Sangkuriang merasa putus asa, tapi dia tidak ingin mengecewakan ibunya. Maka dengan sangat terpaksa dia mengambil sebatang panah dan mengarahkannya pada Tumang. Setibanya di rumah dia menyerahkan daging Tumang pada ibunya. dayanng Sumbi yang mengira daging itu adalah daging rusa, merasa gembira atas keberhasilan anaknya.
Segera setelah pesta usai Dayang Sumbi teringat pada Tumang dan bertanya pada pada anaknya dimana Tumang berada. Pada mulanya Sangkuriang merasa takut, tapa akhirnya dia mengatakan apa yang telah terjadi pada ibunya. Dayang Sumbi menjadi sangat murka, dalam kemarahannya dia memukul Sangkuriang hingga pingsan tepat di keningnya. Atas perbuatannya itu Dayang Sumbi diusir keluar dari kerajaan oleh ayahnya. Untungnya Sangkuriang sadar kembali tapi pukulan ibunya meninggalkan bekas luka yang sangat lebar di keningnya.Setelah dewasa, Sangkuriang pun pergi mengembara untuk mengetahui keadaan dunia luar.
Beberapa tahun kemudian, Sangkuriang bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik. Segera saja dia jatuh cinta pada wanita tersebut. Wanita itu adalah ibunya sendiri, tapi mereka tidak saling mengenali satu sama lainnya. Sangkuriang melamarnya, Dayang Sumbi pun menerima dengan senang hati. Sehari sebelum hari pernikahan, saat sedang mengelus rambut tunangannya, Dayang Sumbi melihat bekas luka yang lebar di dahi Sangkuriang, akhirnya dia menyadari bahwa dia hampir menikahi putranya sendiri. Mengetahui hal tersebut Dayang Sumbi berusaha menggagalkan pernikahannya. Setelah berpikir keras dia akhirnya memutuskan untuk mengajukan syarat perkawinan yang tak mungkin dikabulkan oleh Sangkuriang. Syaratnya adalah: Sangkuriang harus membuat sebuah bendungan yang bisa menutupi seluruh bukit lalu membuat sebuah perahu untuk menyusuri bendungan tersebut. Semua itu harus sudah selesai sebelum fajar menyingsing.
Sangkuriang mulai bekerja. Cintanya yang begitu besar pada Sangkuriang memberinya suatu kekuatan aneh. Tak lupa dia juga menggunakan kekuatan yang dia dapat dari ayahnya untuk memanggil jin-jin dan membantunya. Dengan lumpur dan tanah mereka membendung air dari sungai dan mata air. Beberapa saat sebelum fajar, Sangkuriang menebang sebatang pohon besar untuk membuat sebuah perahu. Ketika Dayang Sumbi melihat bahwa Sangkuriang hampir menyelesaikan pekerjaannya, dia berdoa pada dewa-dewa untuk merintangi pekerjaan anaknya dan mempercepat datangnya pagi.
Ayam jantan berkokok, matahari terbit lebih cepat dari biasanya dan Sangkuriang menyadari bahwa dia telah ditipu. Dengan sangat marah dia mengutuk Dayang Sumbi dan menendang perahu buatannya yang hampir jadi ke tengah hutan. Perahu itu berada disana dalam keadaan terbalik, dan membentuk Gunung Tangkuban Perahu(perahu yang menelungkub). Tidak jauh dari tempat itu terdapat tunggul pohon sisa dari tebangan Sangkuriang, sekarang kita mengenalnya sebagai Bukit Tunggul. Bendungan yang dibuat Sangkuriang menyebabkan seluruh bukit dipenuhi air dan membentuk sebuah danau dimana Sangkuriang dan Dayang Sumbi menenggelamkan diri dan tidak terdengar lagi kabarnya hingga kini.

Cerita Rakyat Jawa Barat

Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan ada sebuah kerajaan yang pimpin oleh seorang raja yang bijaksana, beliau dikenal sebagai Prabu Tapak Agung.

Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri cantik yaitu Purbararang dan adiknya Purbasari.

Pada saat mendekati akhir hayatnya Prabu Tapak Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta,” kata Prabu Tapa.

Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. “Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih aku sebagai penggantinya,” gerutu Purbararang pada tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut. “Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !” ujar Purbararang.

Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari.

Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.

Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.

Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. “Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.

Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.

“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku”, kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi monyet itu tunanganmu ?”.

Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana.

Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.

Cerita Rakyat Sumatera Barat

Pada suatu hari, hiduplah sebuah keluarga di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga itu mempunyai seorang anak yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keluarga mereka sangat memprihatinkan, maka ayah malin memutuskan untuk pergi ke negeri seberang.

Besar harapan malin dan ibunya, suatu hari nanti ayahnya pulang dengan membawa uang banyak yang nantinya dapat untuk membeli keperluan sehari-hari. Setelah berbulan-bulan lamanya ternyata ayah malin tidak kunjung datang, dan akhirnya pupuslah harapan Malin Kundang dan ibunya.

Setelah Malin Kundang beranjak dewasa, ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Akhirnya Malin Kundang ikut berlayar bersama dengan seorang nahkoda kapal dagang di kampung halamannya yang sudah sukses.

Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Malin belajar dengan tekun tentang perkapalan pada teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir dalam hal perkapalan.

Banyak pulau sudah dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.

Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.

Angsa Bertelur Emas 

Pengarang: Anonim
Orang orang berkerumun di depan toko penjual telur di sebuah pasar di desa. Yang berada di luar ingin maju masuk ke dalam, sedangkan yang di dalam ingin lebih dekat lagi ke depan meja. Mereka datang dari seluruh penjuru negeri karena mendengar ada seekor angsa yang bertelur emas, mereka ingin melihatnya dengan mata kepala sendiri. Dan akhirnya, di depan mereka semua, hal ajaib itu terjadi persis seperti yang mereka dengar. Di atas meja, berkilauan di bawah sinar matahari, tergeletak sebuah telur emas!
Mereka menggenggam erat-erat uang mereka, tangan mereka sampai berkeringat, dan mereka mengacung- acungkan tangannya berebutan ingin membeli telur itu. Tapi si Pedagang, walaupun dia sangat bersemangat, hanya bisa menjual satu telur emas sehari. Yang lain terpaksa menunggu karena si Angsa hanya bisa bertelur satu telur sehari!

Si Pedagang benar-benar tidak puas dengan hal itu, dia ingin segera punya banyak uang. Gagasan yang hebat lalu terlintas di pikirannya. Pedagang yang rakus itu akan membunuh si Angsa! Ia akan mengambil semua telur yang ada di dalam tubuhnya sekaligus. Dia sudah tidak sabar ingin segera cepat kaya.
Para pembeli bersorak gembira ketika si Pedagang mengumumkan ide hebatnya itu pada mereka. Kemudian dengan hati-hati ia mengeluarkan sebuah pisau tajam dan membelah dada burung itu. Orang-orang menahan nafasnya. Darah si Angsa menetes merah membasahi bulu bulunya yang putih.
"Dia membunuh burungnya!" orang-orang bergumam terpesona.
Lalu seorang nenek tua berkata dengan bijak,"Ya, dan dia telah melakukan kesalahan yang besar! Kamu semua akan lihat, angsa itu sekarang hanya seekor burung biasa. Tentu saja karena ia sudah mati."
Nenek itu berkata benar. Di sana berbaring seekor angsa yang cantik, dadanya terbelah lebar, tapi tak ada sebutir telur pun terletak di dalam tubuhnya. Sekarang angsa itu hanya berguna untuk jadi angsa panggang.
"Dia sudah membunuh angsa yang memberinya telur emas!" seorang petani berkata sedih.
Orang-orang pun meninggalkan toko dan berjalan pulang dengan gontai.

Legenda Rakyat Joko Kendil 

Pengarang: Anonim
Pada zaman dahulu, hiduplah seorang wanita dengan anak laki-lakinya. Anak itu mempunyai bentuk fisik yang aneh. Badannya mirip dengan periuk. Karena itulah orang menyebutkan Joko Kendil*.
Walaupun tubuh Joko tidak normal, ibunya mencintainya apa adanya. Ia juga tak pernah menyesali nasib anaknya. Apa pun yang diminta Joko, ia selalu berusaha mengabulkannya.
Joko tumbuh sebagai anak yang bahagia. Ia dikenal sebagai anak yang jenaka. Tapi kadang-kadang Joko juga nakal. Ia sering ke pasar, lalu ia duduk di dekat pedagang. Pedagang mengira, Joko itu sebuah periuk. Sehingga ia menaruh sebagian makanannya di atas tubuh Joko. Ia juga sering menyelinap ke pesta. Orang menyangka Joko itu periuk biasa, sehingga orang itu menaruh makanan di sana. Kemudian dengan diam-diam Joko pulang dan membawa makanan untuk ibunya.
Ibu Joko marah melihat kenakalan Joko. Ia menyangka Joko mencuri. Joko lalu menjelaskan, kalau semua orang menyangka dirinya periuk. Ibunya pun tertawa mendengarnya.
Ketika Joko tumbuh dewasa, tubuh Joko tetap mirip periuk. Tapi yang mengherankan, Joko justru meminta ibunya mencarikan istri untuknya. Tidak tanggung-tanggung, Joko menginginkan putri raja sebagai istrinya. Tentu saja Ibunya kaget sekali. “Ingat Joko, kita ini orang miskin. Lagi pula, apakah kau tidak menyadari bentuk tubuhmu?” tanya Ibunya. “Jangan khawatir, Ibu. Percayalah, semuanya akan baik-baik saja. Sekali lagi, saya minta tolong, agar Ibu melamar putri raja untuk dijadikan istriku,” ujar Joko menghibur Ibunya.
Dengan hati penuh keraguan, Ibu Joko pergi menghadap Raja. Raja mempunyai tiga putri yang cantik. Ibu Joko mengungkapkan keinginan anaknya pada Raja. Raja sama sekali tidak marah mendengar penuturan Ibu Joko. Sebaliknya, Raja meneruskan lamaran itu pada ketiga putrinya.
Putri Sulung mengatakan, “Saya tak sudi, Ayahanda. Saya menginginkan suami yang kaya raya.” Putri Tengah mengatakan, “Suami yang saya inginkan? Seorang raja seperti Ayahanda.” Berbeda dengan ketiga kakaknya, Putri Bungsu justru menerima pinangan itu dengan senang hati. Raja sangat heran. Tapi karena Putri Bungsu sudah setuju, ia tak dapat mencegah pernikahan itu.
Sayangnya, Putri Bungsu selalu diejek kedua kakaknya. “Suamimu berjalan mirip bola menggelinding,” ejek Putri Sulung. “Suamimu mirip tempayan air,” ejek Putri Tengah. Putri Bungsu sedih. Tapi ia berusaha sabar dan tabah.
Suatu hari, Raja mengadakan lomba ketangkasan. Tapi Joko tidak bisa ikut. Ia mengatakan pada Raja, badannya sakit. Lomba ketangkasan itu diikuti banyak orang penting seperti para pangeran dan panglima. Mereka berlomba naik kuda dan menggunakan senjata. Tiba-tiba datang seorang ksatria gagah. Ia sangat tampan dan tangkas menggunakan senjata.
Putri Sulung dan Putri Tengah senang sekali melihatnya. Mereka jatuh cinta pada ksatria itu. Ia kembali mengejek adiknya, karena terburu-buru menikahi Joko Kendil.
Putri Bungsu pun berlari ke kamarnya sambil menangis. Di sana ia melihat sebuah kendi. Karena kesal, ia membanting kendi itu hingga berkeping-keping.
Ksatria gagah itu masuk ke dalam kamar Putri Bungsu. Ia mencari kendi, tapi kendi itu sudah hancur. Lalu ia melihat Putri Bungsu menangis tersedu-sedu. “Ada apa istriku?” tanyanya. Tentu saja Putri Bungsu kaget. Bukankah suaminya adalah Joko Kendil? Lalu ksatria itu menceritakan dirinya yang sebenarnya. Ia sebenarnya Joko Kendil, suaminya. Ia selama ini harus memakai pakaian dalam bentuk kendi. Tapi ia dapat kembali menjelma menjadi ksatria kalau seorang putri mau menikah dengannya.
Begitu tahu kalau ksatria tampan itu Joko Kendil, betapa menyesalnya Putri Sulung dan Putri Tengah. Sebaliknya dengan Putri Bungsu, ia menjadi sangat bahagia bersama Joko Kendil yang telah menjelma menjadi pria yang rupawan

Kisah Nabi Sulaiman Dan Semut 

Pengarang: Anonim
Sulaiman bin Daud adalah satu-satunya Nabi yang memperoleh keistimewaan dari Allah SWT sehingga bisa memahami bahasa binatang. Dia bisa bicara dengan burung Hud Hud dan juga boleh memahami bahasa semut. Dalam Al-Quran surah An Naml, ayat 18-26 adalah contoh dari sebahagian ayat yang menceritakan akan keistimewaan Nabi yang sangat kaya raya ini. Firman Allah, Dan Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia berkata, hai manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yang nyata.
Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung, lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan) sehingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut, hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.
Maka Nabi Sulaiman tersenyum dengan tertawa kerana mendengar perkataan semut itu. Katanya, Ya Rabbi, limpahkan kepadaku karunia untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku; karuniakan padaku hingga boleh mengerjakan amal soleh yang Engkau ridhai; dan masukkan aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hambaMu yang soleh. (An-Naml: 16-19)
Menurut sejumlah riwayat, pernah suatu hari Nabi Sulaiman as bertanya kepada seekor semut, Wahai semut! Berapa banyak engkau perolehi rezeki dari Allah dalam waktu satu tahun? Sebesar biji gandum, jawabnya.
Kemudian, Nabi Sulaiman memberi semut sebiji gandum lalu memeliharanya dalam sebuah botol. Setelah genap satu tahun, Sulaiman membuka botol untuk melihat nasib si semut. Namun, didapatinya si semut hanya memakan sebahagian biji gandum itu. Mengapa engkau hanya memakan sebahagian dan tidak menghabiskannya? tanya Nabi Sulaiman. Dahulu aku bertawakal dan pasrah diri kepada Allah, jawab si semut. Dengan tawakal kepada-Nya aku yakin bahawa Dia tidak akan melupakanku. Ketika aku berpasrah kepadamu, aku tidak yakin apakah engkau akan ingat kepadaku pada tahun berikutnya sehingga boleh memperoleh sebiji gandum lagi atau engkau akan lupa kepadaku. Kerana itu, aku harus tinggalkan sebahagian sebagai bekal tahun berikutnya.
Nabi Sulaiman, walaupun ia sangat kaya raya, namun kekayaannya adalah nisbi dan terbatas. Yang Maha Kaya secara mutlak hanyalah Allah SWT semata-mata. Nabi Sulaiman, meskipun sangat baik dan kasih, namun yang Maha Baik dan Maha Kasih dari seluruh pengasih hanyalah Allah SWT semata. Dalam diri Nabi Sulaiman tersimpan sifat terbatas dan kenisbian yang tidak dapat dipisahkan; sementara dalam Zat Allah sifat mutlak dan absolut.
Bagaimanapun kayanya Nabi Sulaiman, dia tetap manusia biasa yang tidak boleh sepenuhnya dijadikan tempat bergantung. Bagaimana kasihnya Nabi Sulaiman, dia adalah manusia biasa yang menyimpan kedaifan-kedaifannya tersendiri. Hal itu diketahui oleh semut Nabi Sulaiman. Kerana itu, dia masih tidak percaya kepada janji Nabi Sulaiman ke atasnya. Bukan kerana khuatir Nabi Sulaiman akan ingkar janji, namun khuatir Nabi Sulaiman tidak mampu memenuhinya lantaran sifat manusiawinya. Tawakal atau berpasrah diri bulat-bulat hanyalah kepada Allah SWT semata, bukan kepada manusia.

Cindelaras dan Ayam Sakti 

Pengarang: Anonim
Kerajaan Jenggala dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Putra. Ia didampingi oleh seorang permaisuri yang baik hati dan seorang selir yang memiliki sifat iri dan dengki. Raja Putra dan kedua istrinya tadi hidup di dalam istana yang sangat megah dan damai. Hingga suatu hari selir raja merencanakan sesuatu yang buruk pada permaisuri raja. Hal tersebut dilakukan karena selir Raden Putra ingin menjadi permaisuri.
Selir baginda lalu berkomplot dengan seorang tabib istana untuk melaksanakan rencana tersebut. Selir baginda berpura-pura sakit parah. Tabib istana lalu segera dipanggil sang Raja. Setelah memeriksa selir tersebut, sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. “Orang itu tak lain adalah permaisuri Baginda sendiri,” kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patih untuk membuang permaisuri ke hutan dan membunuhnya.

Sang Patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke tengah hutan belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuh sang permaisuri. Rupanya sang patih sudah mengetahui niat jahat selir baginda. “Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh,” kata patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah kelinci yang ditangkapnya. Raja merasa puas ketika sang patih melapor kalau ia sudah membunuh permaisuri.
Setelah beberapa bulan berada di hutan, sang permaisuri melahirkan seorang anak laki-laki. Anak itu diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur ayam. Cindelaras kemudian mengambil telur itu dan bermaksud menetaskannya. Setelah 3 minggu, telur itu menetas menjadi seekor anak ayam yang sangat lucu. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan rajin. Kian hari anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang gagah dan kuat. Tetapi ada satu yang aneh dari ayam tersebut. Bunyi kokok ayam itu berbeda dengan ayam lainnya. “Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra…”, kokok ayam itu
Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya itu dan segera memperlihatkan pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya, Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil oleh para penyabung ayam. “Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan ayamku,” tantangnya. “Baiklah,” jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak terkalahkan.
Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat hingga sampai ke Istana. Raden Putra akhirnya pun mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk mengundang Cindelaras ke istana. “Hamba menghadap paduka,” kata Cindelaras dengan santun. “Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata,” pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik Cindelaras.
Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat, ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. “Baiklah aku mengaku kalah. Aku akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?” Tanya Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi. “Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun kelapa, ayahnya Raden Putra…,” ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. “Benarkah itu?” Tanya baginda keheranan. “Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah permaisuri Baginda.”
Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. “Aku telah melakukan kesalahan,” kata Baginda Raden Putra. “Aku akan memberikan hukuman yang setimpal pada selirku,” lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan bijaksana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar